Make Me Confused – Part 3

makemeconfused

1st – Unprediction > 2nd – Respect in Relationship

.

“This is not even easy, but try this is more than expert.“ – New Challenge

.

Hyo Rim masih gemetaran karena Si Won melakukannya lagi, bermain- main dengan tubuhnya dan di tempat yang sama sekali tidak ada rahasia. Di kantor. Meskipun ruangan Si Won tertutup, tapi para karyawan lain pasti bisa melihat bayangannya saat Hyo Rim berada di atas meja kerja Si Won dan di atas file-file penting itu. Saat Si Won mendaki tubuhnya dari betis sampai ke kening. Karyawan lain pasti juga bisa mendengar erangannya saat orgasme meskipun sebenarnya Hyo Rim sudah menahan diri untuk tidak bersuara.

Dan sekarang Hyo Rim harus melihat tatapan semua orang begitu dirinya keluar dari ruangan pimpinan mereka. Mereka pasti berfikir Hyo Rim sudah menggoda Choi Sajang-nim yang menjadi idola mereka. Choi Sajang-nim yang tampan itu sudah di rebut oleh Jung Hyo Rim yang hanya seorang pegawai administrasi biasa. Harusnya ia tidak perlu perduli dengan pandangan orang-orang. Mereka semua mau apa? Walau bagaimanapun Hyo Rim adalah istri sah dari tuan Choi mereka, sayangnya mereka tidak tahu apa-apa.

Begitu kembali keruangannya, Hyo Rim harus mendapati pandangan aneh yang sama dari Soo Hwa. Gadis itu meninggalkan katalog-katalognya dan mendekati Hyo Rim. Soo Hwa duduk di atas meja sambil menarik Blouse yang Hyo Rim pakai agar dia bisa melihat sesuatu kedalam sana, beberapa tanda merah di dada membuat Soo Hwa semakin terperangah.

“Kalian bercinta dikantor?” Tanyanya penasaran.

“Tidak sampai begitu, hanya bermesraan sedikit!”

“Tapi kau mengerang, Hyo Rim!” desis Soo Hwa, ia berusaha untuk tidak bersuara dengan lantang. “Semua orang menonton bayangan erotis di dalam ruangan Bos tadi sambil menggigit bibir masing-masing. Kalian memutuskan untuk mengumumkannya dengan itu?”

“Entahlah,” Hyo Rim angkat bahu.

Semuanya begitu tiba-tiba saat Si Won memanggilnya untuk masuk keruangannya dan menarik Hyo Rim kepangkuannya lalu mereka bercumbu, kemudian berlanjut ke hal yang lebih dari sekedar bercumbu. Hyo Rim tau kalau cepat atau lambat dirinya harus terbiasa dengan sikap Si Won yang satu ini. Tapi untuk melakukan itu di kantor, Si Won seolah-olah ingin dirinya mati karena pandangan teman-teman sekantornya.

“Sepertinya aku mau berhenti kerja.”

“Karena ini berhenti bekerja? Mau melarikan diri?”

“Bukan, kenapa harus melarikan diri? Aku ini istri sah, bukan selingkuhan. Masalahnya aku lelah kalau harus bertemu dengannya setiap saat, di rumah, dikantor, lama-lama bisa bosan”

“Benarkah?” Si Won tiba-tiba saja sudah berdiri di depan pintu ruangan kerja Hyo Rim. Laki-laki itu bertolak pinggang dan mengeluarkan wajah kecewanya. “Jadi bagimu aku semembosankan itu?”

Hyo Rim menelan ludah lalu kembali saling pandang dengan Soo Hwa, ia merasa sedang di liputi sebuah perasaan yang tidak bisa di sangkanya akan hadir di dalam dirinya. Takut Si Won marah dan meninggalkannya.

“Aku tidak…”

“Sudahlah. Aku kabulkan permintaanmu. Jung Hyo Rim, Kau dipecat dan mulai sekarang, tinggallah di rumah dan tidak perlu datang ke kantor lagi. Kau hanya perlu menghabiskan uang suamimu karena dia pasti bingung untuk siapa dirinya bekerja sebenarnya jika istrinya mencari uang sendiri. Sekarang ayo siapkan semua barangmu, kita harus pergi.”

Spontan Hyo Rim berusaha bergerak secepat mungkin sambil menggerutu, ia tidak bermaksud benar-benar akan berhenti kerja, saat mengatakan itu tadi Hyo Rim hanya kebingungan harus mengatakan apa. Tapi Si Won tidak menanggapi apa-apa, bahkan sebuah senyumpun tidak.

Si Won benar-benar sudah memecatnya dan ia tidak perlu datang lagi kemari? Hyo Rim berhenti menggerutu dan mendekati Si Won sambil bertanya mau kemana? Tapi Si Won tidak perduli dan menggandeng tangannya sambil memerintahkan sesuatu kepada Soo Hwa.

“Kau tidak perlu merahasiakan apa-apa. Jika ada temanmu yang bertanya tentang kejadian tadi, katakan yang sesungguhnya. Tuan Choi dan Nyonya Jun ah bukan, Nyonya Choi sudah menikah!”

Soo Hwa tertawa senang, ya tentu saja Soo Hwa senang. Ini akan jadi kali pertama ia menyebarkan gossip dimana semua gossip itu berawal dari dirinya dan hanya dirinyalah orang yang tau. Bisa di bayangkan kalau hari ini dirinya akan menjadi primadona dan semua karyawan yang ingin tau akan mendekat kepadanya. Dia akan menceritakan semuanya dengan sangat heboh seolah-olah menceritakan kejadian kecelakaan lalu lintas.

 “Dimana mobilnya….” Si Won berbisik.

Hyo Rim tersadar seketika. Dalam sekejab Si Won sudah berhasil memindahkannya ke parkiran seolah-olah mereka berteleportasi. Padahal Hyo Rim tidak yakin ada sihir di dunia ini, Hyo Rim hanya terlalu lama berkhayal.

Melewatkan pandangan teman-temannya yang lain saat dirinya di gandeng oleh seorang CEO nan tampan keluar kantor sehabis mengeluarkan erangan berkali-kali beberapa waktu lalu. Ia ingin melihat wajah semuanya saat Soo Hwa memberi tau kalau Hyo Rim adalah istri Choi Si Won yang selalu mereka bicarakan di toilet. Tapi dia sudah di pecat, kan?

Hyo Rim tidak akan kembali ke kantor ini lagi besok.

“Kau serius memecatku?” Desis Hyo Rim saat Si Won sibuk mencari mobilnya.

Dia tidak parkir sendiri tadi, pasti menyuruh orang lain sehingga Si Won tidak tau letak mobilnya. Si Won tidak menjawab pertanyaan Hyo Rim sampai ia menemukan mobilnya dengan wajah cerah lalu memaksa Hyo Rim untuk masuk ke dalam mobil.

“Seharusnya kau memberiku pesangon yang besar, baru boleh memecatku!” Hyo Rim bersuara lagi. “Kita mau kemana?”

“Siapa bilang kita mau pergi? Tidak makan siang sekali-kali tidak apa-apa kan? Aku mau melanjutkan yang tadi,” Si Won berbisik di kalimat terakhir lalu menjatuhkan bibirnya di belakang telinga Hyo Rim.

Hyo Rim sedikit bergidik, tapi tidak menghindar. Matanya berusaha melihat ke sekeliling takut jika ada yang memergoki mereka. Kaca mobil Si Won cukup jernih sehingga bila Si Won menelanjanginya sekarang, orang bisa melihatnya begitu saja. Tapi tunggu! Mata Hyo Rim menangkap sesuatu. Ada seseorang disana yang menatapi segala kelakukan Si Won kepadanya.

Jae Joong. Hyo Rim seharusnya berteriak, keluar dari mobil dan memanggil namanya. Seharusnya Hyo Rim mengejar Jae Joong dan menanyakan apa yang sudah Hyo Rim lakukan kepadanya. Tapi dia sedang menanti sentuhan Si Won selanjutnya yang sudah sampai di pangkal pahanya, Hyo Rim mendesah dan ia melihat senyum pahit Jae Joong dari kejauhan. Laki-laki itu pergi.

“Kau kelihatannya sangat menikmatinya!”

Lamunan Hyo Rim buyar. Ia mempertajam pandangannya sekali lagi dan Jae Joong benar-benar sudah tidak ada. Apa yang membuatnya sangat terlena pada sentuhan Si Won? Ini pasti menyakiti Jae Joong dan Hyo Rim menyesal memperlihatkan wajah sangat menikmati saat Jae Joong memandangnya.

Hyo Rim mengerang sekali lagi sehingga nafasnya yang memburu mulai teratur secara pelan-pelan. Ia berusaha menjauhkan tangan Si Won dari tubuhnya, matanya memandangi Si Won dengan kesal. Jae Joong masih mempengaruhinya.

“Tentu saja aku menikmatinya, Lalu kau? Apa bisa menikmatinya hanya dengan menyentuh? Atau, Tuan Choi! Kau sebenarnya seorang maniak?”

Si Won tertawa terbahak-bahak. “Ya, aku memang seorang maniak. Aku cukup hanya dengan menyentuh saja. Lalu? Jangan katakan kalau dirimu mulai menginginkan sesuatu yang lebih dari ini!”

“Aku belum pernah melakukan ini sebelumnya atau seingatku begitu, Lalu bagaimana bisa aku menginginkan hal yang lebih?” Hyo Rim berujar yakin.

Tapi dirinya sedang berbohong. Meskipun samar-samar, Semua kenikmatan yang Si Won berikan sudah membuatnya ketagihan. Hyo Rim mulai kelaparan, ia mulai menginginkan kenikmatan yang lebih dari yang pernah Si Won berikan, kenikmatan yang hanya bisa di dapat melalui seks dalam arti sesungguhnya. Bukan main-main seperti saat ini.

“Kau yakin kalau tidak pernah melakukan ini sebelumnya?!”

“Lalu? Kau benar-benar memecatku seperti yang kau ucapkan tadi?” Si Won tau kalau Hyo Rim sedang berusaha mengalihkan pembicaraan. Ia tidak mau membicarakan masalah seks lebih lanjut.

“Kita akan bertemu kakakku!”

Hanya itu. Si Won tidak memberikan jawaban yang Hyo Rim inginkan. Tapi bukan masalah besar karena Hyo Rim benar-benar tidak menginginkan jawaban apa-apa. Beberapa waktu kemudian mereka melaju menuju restoran terdekat dan Si Won memperkenalkan Hyo Rim dengan kakak sulungnya Si Hoon yang datang bersama istrinya dan anak tunggalnya yang baru empat tahun. Bernama  Joon Myeon.

Si Hoon sangat ramah tapi istrinya sangat galak. Pandangan istri kakak iparnya itu benar-benar membuat Hyo Rim ingin menghilang seketika, pandangan yang sangat menghakimi seolah-olah Hyo Rim sudah melakukan sebuah kesalahan dengan menikah dengan adiknya.

Selanjutnya Hyo Rim tidak banyak bicara, iahanya menyimak obrolan dua bersaudara itu sambil sesekali di iringi celetukan dari Soo Hyang istri Si Hoon. Mereka berdua berencana untuk menjalankan bulan madu kedua ke luar kota.

Sayangnya si kecil  Joon Myeon sekarang menjadi kendala. Si Hoon dan istrinya kebingungan kemana mereka harus menitipkan  Joon Myeon selama seminggu, siapa yang bisa menjamin keadaannya, dan kesehatannya bagaimana? Soo Hyang tidak bisa percaya kepada tempat penitipan anak, panti asuhan dan sejenisnya.

Ia takut Joon Myeon terpengaruh kepada pergaulan liar di usia kanak-kanaknya. Pada saat seperti itulah Si Won tiba-tiba menawarkan untuk dititipi  Joon Myeon karna katanya Hyo Rim sudah mengundurkan diri dari pekerjaannya dan membutuhkan kegiatan untuk mengisi waktu. Setidaknya mengurusi  Joon Myeon selama seminggu bisa memberikannya kesibukan.

Hyo Rim mendengus dan berusaha menghabisi potongan- potongan cake di hadapannya dalam jumlah banyak karena ternyata Si Won serius memecatnya dari kantor, dan ia semakin tertekan saat Soo Hyang memandanginya tajam, mungkin fikirnya; apa Choi Si Won sudah gila? Menititipkan anakku kepada wanita rakus begini?

Hyo Rim berusaha menahan tawa karena fikirannya sambil menyumbat mulutnya dengan sesuap cake. Tapi walau bagaimanapun ia sangat kesulitan sehingga semua potongan cake yang ada di mulutnya tersembur dan membuat Soo Hyang sangat gaduh.

Hyo Rim tertawa kecil lalu terbatuk-batuk. Ia berusaha tidak perduli terhadap gerutuan Soo Hyang yang mengatakan kepada Si Won kalau adik iparnya itu sangat malang karena menikah dengan wanita yang tidak sopan.

=Make Me Confused=

Hyo Rim sibuk memandangi katalog karena ia sedang ingin mengganti suasana di kamarnya. Hyo Rim sudah mengganti sofa coklat di kamarnya dengan sofa De Blues berwarna putih. Hyo Rim juga mengganti seprai dengan sutra berwarna abu-abu. Sekarang ia ingin mencari gordyn berwarna Pink-Punch, hanya karena Hyo Rim tertarik dengan warna cat kukunya yang juga berwarna Pink-Punch.

Ia benar-benar sedang berusaha menghabiskan uang Si Won. Laki-laki itu tidak lagi memberikannya kartu kredit, Si Won membiarkan Hyo Rim memegang ATMnya agar jumlah belanjanya terbatas. Jika tidak, Hyo Rim bisa belanja sampai kartunya over limit dan Si Won bisa mati karena membayar hutang. Tapi tabungan Si Won cukup banyak dan Hyo Rim juga tau kalau kartu yang di pegangnya bukan satu-satunya. Meskipun begitu, yang ada di genggamannyalah tabungan Si Won dalam jumlah terbanyak.

Sejauh ini Hyo Rim hanya berbelanja untuk kepentingan bersama, tapi tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti ia berbelanja untuk kepentingan sendiri. Salah Si Won sendiri yang mencetaknya menjadi istri yang di sukainya, tinggal di rumah, berdandan yang cantik dan belanja menghabiskan uang. Jika Si Won benar-benar suka dengan wanita yang seperti itu, maka Hyo Rim sama sekali tidak keberatan untuk berubah menjadi seperti yang Si Won inginkan.

Setidaknya Hyo Rim tidak melakukan kesia-siaan saja. Ia juga mulai mengikuti kelas Yoga setiap pagi dan di mulai pada hari ini juga. Sepulang dari studio Yoga Hyo Rim langsung sibuk berkutat dengan berbagai contoh gordyn dan katalog-katalog yang berisi macam dan warna. Hyo Rim menunjukkan gambar gordyn berwarna Pink-Punch itu kepada pegawai galeri yang sejak tadi menyertainya.

“Aku mau yang ini, bisa memasangnya besok? Aku ingin melihatnya sudah terpasang setelah makan siang.”

Pelayan itu mengangguk sopan. “Tentu saja Nyonya. Kami bisa jamin itu. Anda tinggal menuliskan alamatnya dan pegawai kami akan mengecek kesana lebih dulu mengenai ukurannya. Kami menjanjikan pelayanan yang terbaik”

“Lalu dimana aku harus membayar?”

Tidak butuh waktu banyak bagi Hyo Rim untuk menyelesaikan semua urusannya dan keluar dari galeri itu. Ia berjalan kepinggir jalan untuk memanggil taksi sambil beberapa kali meneguk air putih yang sejak tadi terus di bawanya. Sayangnya tidak ada satu taksipun yang datang, Hyo Rim mendengus kesal. Ia harus segera pulang dan bersiap-siap karena hari ini Joon Myeon akan mulai tinggal bersamanya dan Si Won. Besok Hyo Rim akan latihan menjadi ibu setidaknya untuk seminggu kedepan.

“Kau sibuk?”

Jae Joong? Batin Hyo Rim. Ia mengenal suara itu dan itu adalah suara Jae Joong. Spontan Hyo Rim berbalik kebelakang dan melihat Jae Joong berdiri menghadapnya. Laki-laki itu berusaha memberikan senyum untuk menunjukkan kalau dirinya punya maksud baik.

“Keberatan kalau kita bicara?” Lanjut Jae Joong lagi.

Hyo Rim sempat tertegun sebentar tapi kemudian segera mengangguk. “Ya, Bisa! Aku baru pulang Yoga dan punya banyak waktu luang.”

“Keberatan kalau kita ke coffee shop?”

“Tidak. Tapi aku tidak minum apapun yang mengandung cafein. Aku sedang diet sehat!”

Jae Joong menghela nafas. “Kalau begitu kita bicara disana saja!”

Hyo Rim menoleh ke sebuah tempat yang Jae Joong tunjuk. Sebuah taman kecil yang cukup ramai. Tidak ada hal lain lagi yang bisa Hyo Rim lakukan selain menyetujuinya. Dalam waktu singkat, dirinya dan Jae Joong sudah berada di atas salah satu bangku di sudut taman. Hyo Rim merasa agak kikuk.

Jae Joong ada disini bersamanya, laki-laki yang seharusnya menjadi suaminya ada di sebelahnya. Ia ingin bertanya mengapa dirinya dan Jae Joong berpisah, tapi Hyo Rim mengurungkannya. Baik Si Won maupun Halmeoni mengatakan kalau Hyo Rimlah yang meninggalkan Jae Joong dan menanyakan hal itu adalah tindakan bodoh yang akan merusak hati Jae Joong.

“Kau baik-baik saja?” Jae Joong kembali memulai pembicaraan.

“Menurutmu?”

“Aku lihat hidupmu sangat baik. Bagaimana dengan suamimu? Kau benar-benar mencintainya? Kau membatalkan pernikahanmu denganku karena mencintainya kan?”

Hyo Rim angkat bahu. “Mungkin saat mengatakan itu aku sedang mabuk!”

Jae Joong tertawa sejenak “Aku minta maaf Hyo Rim. Aku sudah menyia-nyiakanmu dan tidak melawan saat kau di rampas oleh orang lain. Saat laki-laki itu datang dan mengatakan kalau kau sudah menikah dengannya aku sama sekali tidak berusaha mengkonfirmasi dan melarikan diri.”

Kening Hyo Rim menjadi berlipat-lipat. Dirinya sama sekali tidak mengerti apa yang Jae Joong katakan. “Aku sudah tidak mengingatnya lagi.”

“Ya, sepertinya akhir-akhir ini, aku tidak melihat kalau kau sedang menyimpan masalah. Aku terus memperhatikanmu dan berdasarkan pengamatanku, Kau sangat menikmati hidupmu yang baru tanpa aku!”

Jae Joong mendesah. Ia memandangi Hyo Rim berharap Hyo Rim menyela dan memintanya berhenti berfikir kalau dia sedang menikmati pernikahannya. Beberapa waktu lalu Hyo Rim selalu datang kepadanya.

Membicarakan tentang rencana pernikahan mereka dengan bahagia. Jae Joong tidak bisa melupakan saat Hyo Rim mengatakan kalau gadis itu masih mencintainya dan bisa mati jika harus melihat orang lain yang bersamanya. Sekarang sepertinya Hyo Rim bahkan tidak begitu merespon kata-kata Jae Joong dengan serius.

“Kau mencintainya? Aku melihatmu bermesraan dengannya di parkiran waktu itu. Berarti kau mencintainya dan benar-benar melupakanku?”

Kali ini sepertinya Hyo Rim merespon dengan lebih serius. Ia memandang wajah Jae Joong sekilas lalu tersenyum getir dan segera menunduk.

“Aku hanya ingin menikmati apa yang sudah ku miliki. Pada awalnya aku masih memikirkan mengapa orang lain yang berada disampingku? Mengapa orang yang menyisihkan campuran kkimbapnya untukku bukan dirimu? Mengapa harus dia yang ada di sampingku saat aku bangun tidur di pagi hari, bukan dirimu. Tapi kufikir terus begitu malah akan menyiksa. Aku sudah bersuami dan laki-laki itu, siapapun dia setidaknya selalu memberiku uang.” Hyo Rim tertawa kecil.

Jae Joong menghela nafas. Ia salah mengira kalau Hyo Rim sudah mersponnya dengan serius. Tapi Hyo Rim benar, Seharusnya ia menikmati hidupnya yang tanpa Jae Joong, seharusnya Jae Joong merelakan Hyo Rim yang selalu datang kepadanya dulu menghilang.

Yang ada di hadapannya sekarang bukanlah Hyo Rim yang Jae Joong anggap remeh karena selalu mengemis cintanya dan mengatakan akan melakukan apa saja demi membahagiakan Jae Joong, Tapi Hyo Rim yang baru yang nyaris tidak pernah menghadikan wajah sedihnya.

Jae Joong tersadar dari lamunanya saat mendengar ponsel Hyo Rim berbunyi nyaring. Wanita itu mengambil ponsel dari dalam jaket yang di kenakannya.Hyo Rim sedang membaca pesan.

“Aku harus pergi sekarang!” Hyo Rim berbicara setelah ia mengamati ponselnya beberapa waktu. “Aku harus bersiap-siap menjadi ibu. Besok ada keponakan Si Won yang akan menginap di rumah selama seminggu!”

“Sepertinya akan jadi minggu-minggu yang sibuk!”

“Ya. Setidaknya, aku pernah merasakan bagaimana rasanya mengurus anak!” Hyo Rim tertawa lagi dan berbicara dengan lebih tangkas setelah tawanya reda. “Aku pulang!”

“Tunggu. Hyo Rim, Apa kita masih bisa bertemu lagi? Atau mulai sekarang aku harus menjauh?.”

Hyo Rim memandangnya sejenak. “Kita bisa bertemu kapanpun. Aku menganggapmu sebagai teman. Jika suatu saat bertemu di suatu tempat, aku pasti menyapamu. Tapi jangan sengaja menghubungiku, ya? Aku tidak ingin bertengkar dengan Si Won, karena menurut orang-orang, Pertengkaraku dengannya bisa merusak suasana hati banyak orang. Bisa kau bayangkan bagaimana?”

=Make Me Confused=

Sepanjang hari ini Hyo Rim sama sekali tidak bisa melupakan pertemuannya dengan Jae Joong kemarin. Jae Joong masih sama, sangat baik. Tapi saat benar-benar berdekatan seperti tadi sepertinya Hyo Rim sudah tidak memiliki perasaan apa-apa lagi padanya. Lalu bagaimana dengan Si Won? Hyo Rim mencintai Si Won?

Tidak, hubungan mereka hanya sebatas interaksi fisik. Di sisi lain, Hyo Rim menganggap Si Won sebagai saudara laki-laki yang tidak pernah di miliki. Jadi sekarang hati Hyo Rim sedang kosong? Sepertinya begitu, dirinya tidak merasakan debaran apapun saat berdekatan dengan siapapun. Semuanya sangat datar dan ….hampa.

“Sudah sampai! Aku di telpon Halmeoni makanya menelponmu tadi. Joon Myeon sudah ada di rumah. Tadi aku juga menelpon Adams dan mereka bilang kalau mereka berdua sedang dalam perjalanan ke Italia!”

Si Won terlihat sibuk merapikan barang-barangnya. Hyo Rim yang tersadar karena kata-katanya barusan segera masuk kedalam rumah tanpa memperdulikan Si Won. Ia menemukan Halmeoni yang sedang sibuk menonton drama di televisi. Begitu melihat Hyo Rim, Halmeoni tersenyum memandanginya.

“Joon Myeon ada di kamarmu.” Kata pertama yang di ucapkan Halmeoni kepada Hyo Rim. “Tadi orang tuanya datang dan dia sedang tidur. Jadi di letakkan di atas ranjangmu.”

“Bagaimana dengan orang-orang yang memasang gordyn baru? Sudah datang?”

“Sudah, untungnya mereka menyelesaikan pekerjaannya sebelum Joon Myeon datang. Jadi ku fikir anak itu sedang tidur nyenyak di kamarmu sekarang dan tidak ada yang mengganggu.”

Hyo Rim mengangguk mengerti. Hyo Rim akan segera masuk ke kamarnya, mengganti pakaian dan tidur. Entah mengapa saat ini ia selalu memikirkan nikmatnya berbaring di atas tempat tidur. Hyo Rim permisi kepada Halmeoni-nya dan segera masuk ke kamarnya. Joon Myeon sedang tidur? Halmeoni salah, anak itu tidak sedang tidur.

Joon Myeon sedang melompat-lompat di atas sofa De Blues nya dengan brutal. Hyo Rim nyaris saja berteriak tapi ia cukup bijaksana untuk mengurungkan niatnya. Perlahan Hyo Rim melangkah dan mendekati Joon Myeon yang kelihatannya belum ingin berhenti melompat-lompat di sofa kesayangan Hyo Rim seolah-olah benda itu adalah trampoline.

“Joon Myeon-ie, lelah tidak? Main dengan Imo ya?” Hyo Rim berusaha berkata dengan penuh kasih. Tapi sepertinya bujukannya tidak mempan, Joon Myeon masih melompat-lompat dan gerakannya di tambah lagi dengan menggeleng.

“Joon Myeon, jangan begitu. Nanti pusing!” Si Won masuk ke kamar tiba-tiba dan ikut memandangi Joon Myeon dengan terkesima.

Bocah itu masih tidak mau berhenti dan sepertinya kesabaran Hyo Rim benar-benar di uji. Hari pertamanya menjadi seorang ibu menggantikan Soo Hyang, Hyo Rim harus di uji dengan sofa kesayangannya yang baru berusia sehari dan hari ini akan memasuki hari keduanya. Si Won memandangi Hyo Rim yang masih berusaha membujuk Joon Myeon dan ia tersenyum. Hyo Rim ternyata lebih sabar bila menghadapi anak-anak.

Si Won berusaha untuk tidak perduli dan membiarkan Hyo Rim mengurusi Joon Myeon. Tapi Joon Myeon masih terus melompat bahkan setelah Si Won mandi dan berganti pakaian.

Hyo Rim sepertinya sudah menyerah dan hanya duduk diam memandangi Joon Myeon yang masih belum lelah sambil duduk di atas ranjang dan memeluk kedua lututnya. Si Won mendekat dan duduk di sebelahnya, ia ikut memandangi Joon Myeon seperti yang Hyo Rim lakukan, Si Won bisa merasakan kalau Hyo Rim memandangnya meskipun sebentar.

“Tontonan yang menarik!” Bisik Si Won.

Hyo Rim mendengus. “Aku hanya menunggunya lelah. Kapan dia akan berhenti?”

“Dia tidak akan berhenti sebelum Sofa Da Vinci-mu rusak. Kau tidak mengkhawatirkan sofamu?”

“Aku bisa membelinya lagi. Uangmu masih banyak. Aku takut Joon Myeon sakit karena melompat-lompat seperti itu. Sudah satu jam dia melakukan ini.”

“I see!” Si Won mendesis.

Ia mengerti apa dengan apa yang Hyo Rim khawatirkan. Joon Myeon masih merasa kalau Hyo Rim adalah orang asing, karena itu ia masih berusaha membuat Hyo Rim menjauh darinya. Tapi Hyo Rim sepertinya juga mengerti kalau membujuk terus-terusan juga tidak ada gunanya.

Ia membiarkan Joon Myeon lelah dengan sendirinya dan menunggu. Sayangnya Hyo Rim seperti sedang berada di puncak kesabarannya. Ia berdiri dan mengambil dompetnya lalu menoleh kepada Si Won.

“Tolong jaga dia sebentar. Aku sedang menunggu sesuatu.” Dan Hyo Rim menghilang di balik pintu.

Si Won menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan Joon Myeon yang bahkan masih terus seperti itu meskipun Hyo Rim sudah pergi. Si Won juga tidak tau harus berbuat apa. Dia belum pernah memiliki anak dan tidak terlalu suka kepada anak- anak. Dia tidak mungkin bisa menjinakkan Joon Myeon.

Selang beberapa waktu kemudian Hyo Rim masuk membawa Hot-choco pancake. Ia meletakkan kotak Hot-choco pancake di atas meja yang berada tepat di depan sofa De Blues yang sudah bertransformasi menjadi trampoline, Hyo Rim lalu membukanya. Sepotong Hot-choco pancake di ambil dari tempatnya dan Hyo Rim mengigitnya sedikit demi sedikit.

Ia sedang membujuk Joon Myeon dengan cara unik dan kelihatannya berhasil. Joon Myeon berhenti menggeleng-geleng dan melompat. Bocah itu terdiam memandangi Hyo Rim yang makan Hot-choco pancake dengan nikmatnya. Si Won nyaris saja tertawa, Hyo Rim merusak dietnya lagi demi Joon Myeon.

“Joon Myeon-ie, sini duduk di samping Imo. Kau mau ini kan?” Tanya Hyo Rim lembut sambil menyodorkan sisa Hot-choco pancake di tangannya yang tinggal segigit lagi.

Joon Myeon tidak langsung menjawab, tapi ia berteriak ‘mau’ begitu melihat Hyo Rim menghabiskan Hot-choco pancake potongan pertama. Bocah itu turun dari sofa dan berdiri di sebelah Hyo Rim dan memandangi Hot-choco pancake dengan tatapan penuh harap.

Hyo Rim menggeser Hot-choco pancake ke hadapan Joon Myeon dan Joon Myeon memandangnya sekali lagi. Begitu bocah itu yakin Hyo Rim memperbolehkannya makan Hot-choco pancake, jari-jari kecil Joon Myeon meraih sepotong dan duduk tenang di sebelahnya.

Hyo Rim memindahkan Hot-choco pancake itu kelantai agar bisa di jangkau oleh Joon Myeon jika ia ingin tambah lagi. Ia melupakan Si Won sejenak dan baru mengingatnya beberapa detik kemudian, Hyo Rim segera menoleh kepada Si Won yang juga memandanginya dengan pandangan yang sama seperti tatapan Joon Myeon. Si Won juga ingin makan Hot-choco pancake? Hyo Rim hampir saja tertawa.

“Ayo, kenapa diam saja!” Hyo Rim berujar lembut sambil menarik tangan Si Won sehingga Si Won berpindah ke sisinya. Sekarang mereka bertiga duduk di atas lantai marmer sambil menyantap Hot-choco pancake.

Hyo Rim sempat keluar sebentar dan kembali dengan membawa beberapa buah cangkir plastik dan sebotol besar air mineral. Joon Myeon makan dengan lahap, dua potong ternyata tidak cukup, ia kembali meraih potongan ketiga.

Si Won hanya makan sepotong karena dirinya memang tidak makan dalam porsi banyak sekaligus. Perutnya selalu butuh jeda karena Si Won tidak memiliki lambung yang besar.

Ia mengelus perutnya yang sudah terisi dan menoleh kepada Hyo Rim yang sedang menggigit hot-choco pancake potongan keduanya dengan gerakan seakan-akan ia tengah melakukan sebuah dosa. Dia sedang diet, tentu saja makan hot-choco pancake adalah dosa besar bagi orang yang berdiet.

“Hentikanlah kalau memang tidak rela menghabiskannya. “ Si Won berbisik lagi.

Hyo Rim menoleh kepadanya dan mendekatkan wajahnya ketelinga Si Won. “Jika aku tidak ikut makan, maka Joon Myeon akan segera sadar kalau dia sedang di pancing.”

Pembicaraan berhenti sebentar. Joon Myeon menguap lalu merengek minta minum. Segelas plastik air mineral sudah tertuang dan di sodorkan kepadanya. Joon Myeon mengambilnya dari tangan Hyo Rim dan meminumnya, selang beberapa detik bocah itu bersendawa dan bersandar kepada Hyo Rim. Dia sudah mengantuk dan sepertinya tidak bisa di tahan lagi.

“Dia sudah lelah.” Bisik Hyo Rim.

“Kau bisa membantuku mengantarkan cangkir-cangkir ini kedapur? Aku sepertinya harus menidurkannya.”

Si Won mengangguk mengerti. Perlahan dan hati-hati ia menumpuk gelas-gelas plastik itu di atas kotak Hot-choco pancake dan membawanya keluar. Di dapur Si Won sempat bertemu Halmeoni yang mengajaknya makan malam dan Si Won mampir sebentar untuk makan sepotong roti.

Hyo Rim sedang menidurkan Joon Myeon dan tidak bisa menemani Halmeoni untuk maka malam seperti biasa, Lalu bagaimana bisa Si Won membiarkan Halmeoni makan malam sendirian? Setelah ritual makan malam selesai, Si Won kembali kekamar dan melihat Joon Myeon yang mengambil alih tempatnya di atas ranjang. Bocah itu memeluk Hyo Rim tiba-tiba.

“Mommy…” Desisnya. Joon Myeon mengigau.

“Kenapa Joon Myeon tidur disini?” Si Won berbisik sambil naik ke atas tempat tidur dan duduk di dekat Hyo Rim yang membelakanginya. Hyo Rim menoleh sebentar lalu menarik lengan Si Won agar berbaring di dekatnya.

“Lalu dimana? Aku tidak mungkin membiarkannya tidur di kamar tamu sendirian.”

Si Won berusaha menyingkirkan tangan Joon Myeon yang memeluk istrinya lalu menggantikannya dengan lengannya. “Mana boleh dia memelukmu tanpa seizinku!” Ia memeluk Hyo Rim semakin erat dan lengannya menekan perut Hyo Rim agar rapat kepadanya. Hyo Rim tidak melawan.

“Kau ibu yang berbahaya. Soo Hyang tidak pernah mengizinkan Joon Myeon super manis seperti itu.”

“Apa lagi yang bisa ku lakukan?” Joon Myeon menggeliat, sepertinya bocah itu tergangu dengan bisik-bisik antara Si Won dan Hyo Rim.

Sesegera mungkin Hyo Rim mengelus punggungnya hingga Joon Myeon bisa lebih tenang. Hyo Rim menoleh kepada Si Won yang masih memeluknya erat. satu ciuman mendarat di pipinya, lalu leher, bahu, Hyo Rim menolak dengan mendorong kepala Si Won jauh- jauh.

“Jangan memancingku.” Desis Hyo Rim. “Sekarang tidur saja, atau Joon Myeon bisa terbangun dan menyaksikan ulahmu!”

Si Won mendengus kecewa, tapi ia tidak melepaskan pelukannya dan memejamkan mata. Bukan hanya Joon Myeon yang lelah. Tapi Si Won juga lelah. Perlahan-lahan Si Won kehabisan ketahanannya dan tertidur. Kepalanya bersandar di tengkuk Hyo Rim dan iapun benar-benar terlelap.

=Make Me Confused=

Pagi-pagi sekali Joon Myeon sudah menangis memanggil-manggil ibunya dan itu membuat Hyo Rim kewalahan. Akhirnya lagi-lagi Hyo Rim mengeluarkan cara licik, ia membujuk Joon Myeon untuk sarapan dengan menu kue tart plus es krim Vanilla. Mata Joon Myeon berbinar-binar mendengar es krim di sebut-sebut. Bocah itu berhenti menangis dan mengikut Hyo Rim keruang makan dengan suka rela.

Joon Myeon duduk menanti Hyo Rim selesai menyiapkan sarapan untuknya dan bocah itu hanya memandangi Hyo Rim yang kewalahan di bantu oleh Halmeoni. Hyo Rim bukan orang yang biasa di dapur, kelihatan sekali kalau dirinya kurang cekatan dan menyajikan sarapan Joon Myeon dengan tampilan yang berantakan. Tapi kelihatannya bagi Joon Myeon penampilannya tidak masalah, yang penting eskrim dan tart.

Hyo Rim tau meja makan terlalu tinggi untuk Joon Myeon, jadi dengan tenaga penuh Hyo Rim berusaha menaikkan Joon Myeon kepangkuannya agar bocah itu bisa menyendok makanannya sendiri. Hyo Rim senang melihat Joon Myeon menyendok kue tart dan memakakannya dengan hati-hati. Joon Myeon mengunyah dengan sangat pelan dan teratur, berbeda sekali dengan saat bocah itu makan hot-choco pancake semalam.

“Sayang, bisa bantu aku?” Si Won berteriak dari pintu kamarnya.

Hari ini Hyo Rim lupa menyiapkan pakaiannya seperti biasa, begitu bangun tidur dirinya benar-benar konsentrasi untuk menghentikan tangisan Joon Myeon dengan berbagai cara. Hyo Rim memandang Halmeoni yang juga menatapnya. Ia menghela nafas berat karena ternyata kesibukannya belum berhenti sampai di situ.

“Kau pergilah bantu suamimu, biar Joon Myeon disini bersamaku!”

Hyo Rim merasa lega, tapi hanya sebentar karena ternyata Joon Myeon tidak mau di tinggal. Pada akhirnya Hyo Rim terpaksa memutuskan untuk membawa piring berisi kue tart dan es krim serta susu Joon Myeon ke kamarnya.

Mungkin dirinya akan membiarkan Joon Myeon makan di atas sofa De Bluesnya. Bayangan tentang sofa De Blues putih yang belepotan dengan eskrim dan tart melintas, Hyo Rim menggeleng tidak terima.

“Baiklah. Joon Myeon ikut bibi kekamar, kita sarapan disana. Tapi Myeon-ie harus berjanji, makannya jangan sampai jatuh di sofa, okay?”

Joon Myeon mengangguk senang. Dengan gerakan cepat Hyo Rim menyusun semua sarapan Joon Myeon di atas nampan kayu dan membawanya kedalam kamar, Joon Myeon mengikuti Hyo Rim sambil bergelayutan di ujung blouse biru tua yang Hyo Rim kenakan.

Setelah meletakkan Joon Myeon beserta sarapannya di atas sofa De Blues yang di alasi kain hitam, Hyo Rim bergegas ke lemari dan memilihkan kemeja yang akan Si Won pakai ke kantor.

Si Won keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkapnya lalu melotot melihat Joon Myeon ada di kamarnya. Hyo Rim juga mendengus. Jika Si Won sudah memilih pakaiannya sendiri untuk apa memanggil Hyo Rim segala? Hyo Rim hanya memberi tatapan kesal kepada Si Won dan mengembalikan kemeja pilihannya kelemari.

“Kenapa kau bawa dia kemari? Kau tidak mengerti dengan yang namanya isyarat? Aku ingin bermesraan sebelum berangkat ke kantor.” Bisik Si Won.

“Dia tidak mau di tinggal.” Hyo Rim mengambil dasi berwarna dasar Abu-abu dan membantu Si Won memakainya.

Rutinitasnya setiap pagi, ia benar-benar sudah menghayati perannya dengan baik untuk yang satu ini. Hyo Rim juga kesal, tapi ia tidak bisa marah kepada Joon Myeon. Joon Myeon tidak mengerti dengan hasrat Hyo Rim maupun Si Won yang anak itu tau adalah bagaimana caranya ia bisa bermanja.

Si Won merampas sebuah ciuman di bibir Hyo Rim dan Hyo Rim segera melepaskan diri lalu memandangi Joon Myeon. Ia bersyukur Joon Myeon sedang sibuk dengan tartnya dan kelihatannya tidak melihat kejadian tadi. Hyo Rim memukul dada Si Won geram.

“Bagaimana kalau Joon Myeon melihatnya?”

“Aku harap setelah ini kita punya banyak waktu untuk itu. Ini kamarku dan aku tidak bisa bebas disini!” Desis Si Won kesal.

“Kau sendiri yang menawarkan diri untuk mengurusi Joon Myeon, jadi sekarang tanggunglah akibatnya!”

“Aku tidak suka anak kecil.” Bisiknya dan memberikan sebuah ciuman lagi di pipi. Kali ini Joon Myeon melihat dan anak itu terperangah.

“Sampai jumpa, aku berangkat dulu!”

Hyo Rim menggelengkan kepalanya saat melihat Si Won yang terburu- buru. Laki-laki itu sempat juga medekati Joon Myeon dan memberikan ciuman yang sama. Meskipun Si Won mengatakan kalau dirinya tidak suka anak- anak, tapi setidaknya Si Won tidak menyakiti Joon Myeon dan masih menunjukkan kasih sayangnya sebagai seorang paman. Joon Myeon kembali menyantap tartnya dengan lahap.

Joon Myeon tidak mungkin di ajak untuk latihan yoga, maka untuk hari ini Hyo Rim akan latihan yoga di rumah dan saat makan siang nanti barulah Hyo Rim mengajak Joon Myeon makan siang di luar. Maka untuk sementara Hyo Rim menunggui Joon Myeon selesai makan sambil membongkar tasnya.

Di sana ada beberapa potong pakaian Joon Myeon dan sekaleng susu Pediasure. Lalu sebuah boneka spongebob Squarepant bersama Patrick Star mini yang terbuat dari karet. Hyo Rim memandangi pakaian Joon Myeon dan tertegun.

Semuanya berwarna kuning dengan motif bolong-bolongnya spongebob. Seharusnya Joon Myeon bermain robot-robotan bukan boneka. Tapi Joon Myeon cukup nakal dan sepertinya baik boneka ataupun robot-robotan tidak akan merusak sisi kelaki-lakiannya. Lagipula spongebob bukan hanya untuk anak perempuan.

Setelah selesai makan Joon Myeon sibuk memanggil-manggil ibunya lagi. Anak itu kembali teringat kalau dirinya sedang di tinggalkan kedua orang tuanya untuk bersenang-senang. Hyo Rim mulai kembali kewalahan, padahal ia barusaja berniat memandikan Joon Myeon.

“Mau Mommy…” rengeknya.

Hyo Rim mendesah lalu duduk di dekat Joon Myeon sambil membelai kepalanya. “Iya, Imo tahu. Tapi hari ini sama besok Joon Myeon sama Imo, ya? Untuk sementara ini bibi jadi Mommy Joon Myeon dulu.”

“No! Mau sama Mommy!”

 “Iya, tapi Mommy Joon Myeon sedang ada urusan. Sekarang Joon Myeon sama Imo ya? Kita mandi dulu, terus pergi jalan-jalan sambil makan French fries. Mau kan?”

Joon Myeon memandangi Hyo Rim dengan tatapan penuh harap. “French Fries?”

“Iya. Kalau Joon Myeon mau, Joon Myeon boleh makan French Fries sesukanya. Boleh minum soda juga, nanti malam mau makan apa?”

“Hot-choco pancake lagi boleh?”

Yes! Berhasil. Hyo Rim berbisik senang. Joon Myeon mulai terpancing. “Kalau ayam goreng, mau?”

“Tapi Joon Myeon mau Hot-choco pancake!”

Hyo Rim berdelik. Hot-choco pancake lagi? Tapi dirinya tidak boleh kehilangan kepercayaan Joon Myeon sekarang. “hot-choco pancakenya untuk makan siang nanti. Mau kan?”

Joon Myeon tampak berfikir sebentar lalu mengangguk. Ia membuka pakaiannya sendiri dan berkata manja. “Mommy, ayo mandi!”

“Mommy?” Soo Hwa tertawa sepuasnya mendengar cerita Hyo Rim.

Sejak pagi tadi Joon Myeon terus memanggilnya dengan sebutan Mommy. Joon Myeon benar-benar setuju untuk menjadikan Hyo Rim pengganti Mommynya yang sedang pergi bersenang-senang. Hyo Rim memandangi Joon Myeon sekali lagi, bocah itu sedang asyik makan Hot-choco pancake dan duduk di sebelahnya.

Sebotol susu balita ada di pangkuannya, empat tahun dan suka Hot-choco pancake. Hyo Rim nyaris saja tertawa tapi dia sedang berusaha menahannya. Soo Hwa sengaja bolos untuk makan siang dan mengajak Hyo Rim ke toko buku ini. Dia ingin menunjukkan seseorang yang katanya sedang di sukainya.

Hyo Rim terkejut saat tau kalau yang Soo Hwa sukai adalah pemilik toko buku yang baru buka ini dan orang itu tidak lain adalah Jae Joong. Tapi Jae Joong tidak tau dengan perasaan Soo Hwa tentunya, Soo Hwa juga tidak pernah serius dan Hyo Rim sedang malas untuk jadi comblang. Dirinya juga heran mengapa sempat berfikir begitu. Jae Joong datang mengantarkan pesanan Hyo Rim dan Soo Hwa dengan tangannya sendiri dan sekarang laki-laki itu sedang duduk bersama mereka.

Dia ikut mengobrol dengan semangat dan itu membuat Hyo Rim merasa tenang, setidaknya Jae Joong dan Hyo Rim tidak bermusuhan dan bisa berteman seperti sekarang. Ya, berteman seperti yang dikatakannya kepada Soo Hwa saat gadis itu bertanya apakah Hyo Rim dan Jae Joong saling kenal.

“Jadi ini keponakan suamimu yang kau bilang kemarin?” Jae Joong sedang berusaha mendekati Joon Myeon tapi Joon Myeon tidak perduli. Dia lebih perduli kepada Hot-choco pancakenya.

“Iya, Dia di titipkan di rumah sampai akhir pekan ini, orang tuanya sedang bulan madu yang kedua dan mungkin sedang bersenang-senang disuatu tempat.”

Soo Hwa berdesis. “Orang tua seperti apa mereka? Bagaimana mungkin bisa bersenang-senang dan meninggalkan anaknya pada orang lain!”

Untuk kata-katanya yang terakhir Soo Hwa mengatakannya dengan nada melengking karena ponselnya berbunyi. Ia terkesiap dan membaca pesan di ponselnya dengan cepat. “Astaga, Tuan Choi sepertinya punya kontak batin dengan saudaranya, ia punya firasat karena aku bergosip tentang orang tua Joon Myeon.”

“Ada apa?” Tanya Hyo Rim.

“Dia memerintahkanku untuk segera kembali ke kantor. Aku pergi dulu ya? Sampai jumpa! Sampai jumpa Jae Joong!” Soo Hwa kembali menyimpan ponselnya di dalam tas dan pergi sambil melambaikan tangan.

Sekarang Hyo Rim kembali risih karena di tinggal berdua dengan Jae Joong. Ia mulai merasa kikuk dan berusaha pura-pura memperhatikan Joon Myeon sambil membujukknya untuk berhenti makan dan minum susu. Hyo Rim mendengar deheman Jae Joong dan ia kembali menoleh kepada laki- laki itu. Harus berkata apa? Hyo Rim benar-benar di landa kebingungan sekarang.

“Kau tinggal sini?” Akhirnya Hyo Rim menemukan sesuatu yang ingin di katakan. Ia teringat tentang dirinya yang mencari Jae Joong waktu itu dan tidak menemukan Jae Joong dimana-mana.

“Ya, tentu saja. Kau tidak ingat kalau dulu kita berencana membeli toko buku merangkap Café ini setelah menikah? Di atas ada kamar, karena itu kita ingin membeli toko buku ini.”

 “Maksudku bukan itu.” Hyo Rim mengelak.” Maksudku, kenapa kau menjual toko buku yang lama dan pindah kemari? Bukannya itu adalah rencana kita berdua? Dan toko buku merangkap café? Café mendominasi disini. Ku fikir setelah aku menikah dengan orang lain kau bahkan tidak akan mau lewat di tempat ini.”

“Aku bosan dengan tempat yang kemarin!” Jae Joong menjawab diplomatis. Tapi sesaat kemudian dia tertawa. “Toko buku yang ini lebih luas di bandingkan yang kemarin. Makanya aku pindah kesini, karena pelangganku makin banyak dan menyarankanku untuk pindah ke tempat yang lebih luas. Aku sempat berfikir untuk membuka cabang tapi sepertinya aku belum sanggup mengurusi lebih dari satu toko buku!”

Hyo Rim mengangguk-angguk. “Kau kenal Soo Hwa dimana?”

“Dia pernah kesini bersama temannya dan kami berkenalan. Lalu dia menjadi pelanggan tetapku!”

“Sepertinya dia menyukaimu!”

Jae Joong tertawa lagi. “Benarkah? Aku belum memikirkan itu lagi sekarang. Toko bukuku sangat laris dan aku sangat sibuk. Kalau begitu ku tinggal dulu, ya?”

Hyo Rim mengangguk, hanya itu dan Jae Joong benar-benar pergi meninggalkannya bersama Joon Myeon. Hyo Rim sempat berdiam diri lama disana sampai akhirnya Joon Myeon mulai mengantuk dan ia memutuskan untuk pulang.

=Make Me Confused=

Rasa lelah karena terteror oleh pekerjaan hari ini benar-benar membuat Si Won tertekan. Ia harus lembur dan melewatkan makan malam. Tapi untungnya semua karyawan siap membantunya sehingga pekerjaan selesai sebelum jam Sembilan malam. Si Won mengusap wajahnya dan membuka pintu kamar.

Ia ingin segera mandi dan tidur. Tapi sepertinya ia harus mengurungkan niatnya untuk tidur karena Hyo Rim. Si Won menggigit bibirnya sejenak saat melihat Hyo Rim duduk di atas ranjang hanya dengan berbalut handuk. Ia sedang menggosok- gosok lengannya dengan sesuatu dan Joon Myeon meniru semua gerakannya. Hyo Rim memandang Si Won dan tersenyum.

“Kau sudah pulang?” Si Won membalas senyumanya.

Hyo Rim selalu mandi sebelum tidur, dan itu selalu menjadi hal yang membangkitkan gairahnya untuk sekedar berciuman dan menyentuhnya. Tapi melihat Joon Myeon yang berada di sebelah Hyo Rim membuat Si Won segera menyimpan gairahnya.

“Aku lembur hari ini.”

“Ya, aku tau. Kalau pulang terlambat pasti lembur. Mau mandi?” Si Won mengangguk.

Hyo Rim beranjak meninggalkan Joon Myeon sebentar untuk masuk ke kamar mandi. Ia sedang menyiapkan air panas untuk Si Won. Selang beberapa saat Hyo Rim kembali duduk di atas tempat tidur dan kembali membaluri tubuhnya dengan Aloe-voil cream dan mengatakan bahwa kamar mandi sudah siap di pakai.

Si Won tidak banyak berkata-kata. Ia segera masuk kekamar mandi dan membuka pakaiannya. Ia membasahi seluruh tubuhnya dengan air hangat dengan cepat. Si Won sagat lelah dan ingin segera memejamkan mata. Ia mandi dengan cepat dan segera keluar setelah memakai piamanya. Tapi Hyo Rim masih seperti tadi, kali ini ia mengusap betisnya dengan lembut.

“Joon Myeon belum tidur?” tanya Si Won begitu ia sudah berada di atas ranjang yang sama.

“Dia siang tadi sudah tidur, jadi sekarang aku kesulitan untuk membuatnya mengantuk. Bisa bantu aku?”

Si Won menaikkan sebelah alisnya.”Apa yang bisa ku bantu?”

“Bantu aku menggosokkan krim ini di punggungku.” Jawab Hyo Rim sambil menyodorkan mangkuk kaca yang menjadi wadah krim yang rutin di kenakannya. “Biasanya aku minta bantuan Halmeoni. Tapi dia sudah tidur karena sedang tidak enak badan.”

Si Won mengangguk. Ia mengambil alih Aloe-voil Krim yang Hyo Rim sodorkan dan bergerak menghadap punggung Hyo Rim. Hyo Rim akan mengendurkan handuknya?

“Tidurkan Joon Myeon dulu. Aku akan melakukannya setelah Joon Myeon tidur.”

Hyo Rim menoleh kebelakang berusaha menatap wajah Si Won. “Kalau begitu tidak akan kering sebelum waktu tidur!”

“Aku juga tidak bisa membiarkan Joon Myeon melihatku menyentuhmu. Ayahnya bisa di pastikan tidak pernah menggosok punggung ibunya yang hanya memakai handuk di depan Joon Myeon.” Si Won kembali meletakkan Aloe-voil cream di tangan Hyo Rim dan berbaring.

Hyo Rim termenung sesaat begitu melihat Si Won memejamkan mata. Si Won akan segera tidur dan dia tidak akan menepati janjinya. Hyo Rim memandangi jam di dinding dan sadar kalau sekarang memang sudah waktunya untuk Joon Myeon tidur.

Joon Myeon agak susah di bujuk, tapi dengan sabar Hyo Rim terus berusaha membujukknya agar Joon Myeon mau berbaring dan tidur. Bocah itu akhirnya terlelap sambil memeluk botol susunya. Empat tahun dan masih minum susu dari botol? Seharusnya Joon Myeon sudah belajar untuk minum susu dengan gelas.

Hyo Rim berbaring tapi dirinya masih belum ingin tidur. Tadi siang Hyo Rim juga tertidur saat menemani Joon Myeon tidur sehingga sekarang ia mengalami kesulitan bahkan untuk memejamkan mata.

Hyo Rim berbalik sebentar memandangi wajah Si Won yang sudah tenang di iringi desah nafas yang teratur. Dia sudah tidur. Joon Myeon menggeliat dan memeluk Hyo Rim lagi dan mengigau dengan sebutan Mami. Anak itu masih merindukan ibunya.

“Joon Myeon sudah tidur?” Suara Si Won berbisik.

Hyo Rim kembali menoleh kepada Si Won yang berbaring di belakangnya. Matanya sudah memerah menandakan kalau dia sangat lelah.

“Tidur saja. Aku tidak masalah jika tidak memakainya malam ini.”

“Aku ini orang yang menepati janji.” Jawab Si Won, dia bangkit dari tempat tidur dan mengambil Aloe-voil cream yang berada di kaki ranjang. “Kita kekamar lain saja!”

“Disini saja. Joon Myeon sudah tidur. Bagaimana kalau dia terbangun dan menangis?”

“Lebih baik dia berteriak dan menangis karena terbangun dan tidak meliat siapa-siapa daripada terbangun dan melihatku sedang meraba Imonya yang setengah telanjang.” Si Won memandangi Hyo Rim yang masih belum mengenakan pakaiannya. Hyo Rim masih menggenakan handuk lebarnya itu. “Ayo, cepatlah. Aku ingin segera tidur.”

Kening Hyo Rim menjadi berlipat-lipat. Si Won ingin segera tidur tapi masih ngotot untuk membantu Hyo Rim menggosok punggunya dengan Aloe-voil. Tapi Hyo Rim tidak melawan. Ia mengikuti kemana Si Won pergi dan Si Won memilih untuk memasuki kamar tamu yang ada di sebelah kamar mereka.

Si Won sudah duduk di atas rajang dan menanti Hyo Rim menunjukkan punggunya. Entah mengapa Hyo Rim merasa gugup saat melihat Si Won. Biasanya Si Won selalu menyerangnya secara tiba-tiba ketika mereka sudah dekat. Tapi suasana yang begitu perlahan kali ini memberikan kesan mendasar di hatinya.

Hyo Rim duduk membelakangi Si Won dan siap membuka handuknya. Ia menurunkan handuknya perlahan-lahan dan memamerkan punggungnya. Rambut panjangnya yang menutupisebagian punggunya segera di kumpulkan ke samping sehingga Si Won bisa melihat punggung istrinya secara keseluruhan.

Si Won sangat lelah, tapi dirinya sama sekali tidak mau melewatkan kesempatan ini. Hanya bermesraan saja, tidak akan lama dan setelah itu dirinya bisa segera beristirahat. Hanya sehari ia tidak menyentuh Hyo Rim karena keberadaan Joon Myeon dan Si Won sudah merasa sangat kelaparan.

Bukankah tidur dalam keadaan kenyang lebih baik daripada tidur dalam keadaan lapar? Si Won mendehem memberi tanda dan dia tau kalau Hyo Rim mengerti. Gadis itu membiarkan Si Won menghujani punggungnya dengan ciuman dan Hyo Rim hanya bergindik beberapa kali. Si Won pada akhirnya tidak bisa berhenti.

“Kapan kau akan mengoleskan krimnya?” Hyo Rim bertanya pelan.

Si Won menghentikan aksinya sementara. “Bukannya tadi kau bilang tidak masalah jika tidak memakainya sekali saja?”

“Kalau begini aku tidak akan meminta bantuanmu lagi.” Si Won tersenyum dan menepati janjinya.

Ia mengoleskan Aloe-voil cream ke punggung Hyo Rim secara perlahan dan selesai dalam waktu singkat. Si Won mengembalikan krim itu ke tangan Hyo Rim dan mengira kalau Hyo Rim akan segera pergi. Hyo Rim tidak beranjak.

“Lakukanlah sekarang!” Desahnya. Hyo Rim membuka handuknya secara sempurna dan meninggalkannya di tempat duduknya semula. Gadis itu berbaring dan siap menerima semua perlakuan Si Won kepadanya dengan wajah yang merona.

“Kali ini bercintalah denganku, dalam arti yang sebenarnya.”

“Ya?” Si Won terbelalak. Ia tidak berfikir untuk melakukan sesuatu yang lebih jauh daripada sekedar bermesraan seperti yang mereka lakukan selama ini dan kali ini Hyo Rim memintanya melakukan…

“Kau jangan pura-pura bodoh!” Ujar Hyo Rim lagi.”Ini tujuanmu, kan? Selalu menyentuhku setiap hari karena berharap aku yang meminta hal ini lebih dulu? Aku belum pernah merasakannya dan ingin tau bagaimana rasanya.”

Terima kasih Tuhan. Si Won bergumam dalam hati meskipun dirinya tidak yakin apakah ada hubungannya Tuhan dengan hal ini. Ada, tentu saja ada. Tuhan punya andil besar untuk menjadikan Hyo Rim miliknya selamanya. Si Won mendekatkan tubuhnya, mencium bibir Hyo Rim dengan mesra seolah-olah mereka adalah jalinan yang terpilin erat dan tidak mungkin terlepas lagi. Tidak ingin terlerai dan terpisah.

“Kau merindukanku?” Bisik Si Won.

“Siapa bilang aku merindukanmu? Aku hanya terlibat dalam rencanamu yang memancing hasratku setiap hari.” Hyo Rim masih berusaha memungkiri perasaannya dengan ucapan yang terengah-engah.

Ia tidak tau apakah dirinya merindukan ini, apakah dirinya merindukan Si Won. Yang di ketahuinya, selama ini Si Won selalu memberikan kenikmatan yang tidak bisa di lukiskan hanya dengan sentuhan dan cumbuan, Si Won membuat Hyo Rim sakau dan ingin merasakan yang lebih dan lebih.

“Baiklah, kalau begitu cukup aku yang mengatakannya. Aku merindukanmu!”

Dan Si Won mencumbunya lagi, Hyo Rim membalas cumbuan Si Won dengan segala upaya yang terbaik. Ia merasakan sesuatu saat itu. Cinta? Hyo Rim tidak yakin, tapi hatinya tetap merasa jika peleburan yang akan mereka lakukan akan membuat dirinya dan Si Won tidak terpisah, biarlah. Hyo Rim tidak ingin berpisah dari Si Won karena selama ini ia merasakan ketenangan saat bersamanya.

Hyo Rim merasa menjadi ratu dan Si Won membuatnya tidak butuh sesuatu yang lain untuk jadi cantik. Si Won yang semula tau bahwa Hyo Rim tidak mencintainya tetap memanjakannya sebisanya. Hyo Rim menatap wajah Si Won yang memegangi wajahnya dengan kedua tangannya. Tatapan Si Won seolah-olah meminta Hyo Rim untuk percaya kepadanya kali ini. Tapi tanpa di pintapun Hyo Rim sudah menyerahkan diri seutuhnya.

Lekaslah, jadikan aku milikmu segera. Hyo Rim mengerang di dalam hati. Jiwanya sudah terdesak dan hampir meledak.

“Hyo Rim, Jangan sampai kita membangunkan Joon Myeon karena ini!” Bisik Si Won.

“Ya, Aku tau. Aku akan menggigit lidahku agar tidak berteriak dan membangunkan Joon Myeon di kamar sebelah.”

Si Won hampir saja tertawa. Hanya sebentar lalu semuanya berubah menjadi lebih serius. Ia melindungi Hyo Rim dari rasa sakit, menelan semua teriakannya dengan sebah ciuman dan Hyo Rim benar-benar merasa lebur. Dirinya sudah menjadi milik Choi Si Won, pria yang tidak begitu di cintainya.

Dirinya berjanji untuk setia kepada Si Won selamanya apapun yang terjadi, tidak akan membiarkannya pergi, dan tidak akan membiarkannya lari. Pada akhirnya tubuh Hyo Rim menjadi perjalanan yang panjang untuk Si Won. Menyatu, dan satu. Hyo Rim memandang Si Won yang sudah menakhlukkan tubuhnya yang terkapar.

 “Aku merindukanmu”. Bisik Si Won di telinganya dengan suara bergetar seiring dengan gerakan lembutnya. Tapi itu belum cukup. “Aku ingin bersamamu sepanjang hidupku,” Dan itu masih belum cukup. “Kenapa kau tidak pernah membuatku bosan Hyo Rim?”

Hyo Rim tertawa pelan di sela desahannya, Si Won sedang melucu disaat seperti ini? “Karena usia pernikahan kita masih sangat muda, tuan!” Bisiknya. Ku fikir kau akan mengatakan kalau dirimu mencintaiku.

Pada akhirnya semua itu tidak akan pernah cukup. Bahkan dalam lelahpun mereka masih tidak ingin terlerai. Mereka masih berpelukan meskipun mata sudah terpejam dan keletihan menyerang. Lalu bagaimana semuanya akan berakhir? Setelah ini bagaimana dengan nasib pernikahan misterius ini?

.

.

.

TBC 

Wah, 7k bener bener niat. Semoga gaaaak ngeboring buat reader yaaa.. Apa masih kurang panas? /eh/><

4 pemikiran pada “Make Me Confused – Part 3

  1. Ping balik: Make Me Confused – Part 4 | JHR Present!

  2. wkwkw…. kipas mana kipas… hyo rim udah m u lai menerima siwon jadi suaminya… jadi selama ini hyirim lah yg selalu mengobral kata cinta sama jae joong?? apa mereka pisah karena jae joong punya cewek lain??? trus sekarang dia nyesel gitu??

    Suka

  3. Ping balik: MAKE ME CONFUSED – PART 4 | THE SEONSAENGNIM

Tinggalkan komentar