Make Me Confused – Part 1

makemeconfused

Before

.

“No one can handle how it’s feeling“ – Unprediction.

.

Jung Hyo Rim adalah seorang pegawai administrasi di sebuah majalah travelling yang sudah berdiri mungkin hampir seumur Ayahnya. Begitu keluar dari Universitas Gyeokkaja, Busan, Hyo Rim langsung pindah mengikuti Halmeoni-nya ke Seoul yang merupakan tempat kelahiran ayahnya, Jung Sang Hyun. Tak kurang dari dua tahun yang lalu, Hyo Rim melamar ke Shomede’Mani.

Memiliki seorang teman bernama Soo Hwa yang sekarang duduk di meja sebelahnya dan beberapa orang lain yang tidak begitu dekat dengannya di kantor ini. Setahu Hyo Rim, di kantor ini hanya Soo Hwa yang menganggapnya ada, berbicara dengannya secara baik-baik dan memandangnya sebagai manusia. Sedangkan karyawan yang lain sangat acuh dan masih tidak perduli meskipun Hyo Rim sudah bekerja di Shomede’Mani selama dua tahun

Sekarang beginilah hidupnya setiap hari, duduk di depan komputer dan mengetik, mengetik, mengetik, seolah-olah keyboard adalah dirinya. Hyo Rim sangat mengantuk karena hari ini dirinya hampir seharian berada di kantor tanpa melakukan apa-apa, ia bahkan tidak pergi keluar untuk makan siang.

Bukan karena terlalu banyak pekerjaan tapi Hyo Rim sedang diet demi tampil sempurna pada pernikahannya yang akan berlangsung bulan depan. Jae Joong, calon suaminya selalu mengatakan kalau Hyo Rim tampak gemuk dan Hyo Rim tidak akan suka bila terlihat gemuk di hari pernikahannya.

Ponselnya yang berada di sebelah komputer bergetar. Hyo Rim membuka matanya lebar-lebar karena matanya sudah redup sejak tadi. Ia benar-benar merasa lapar dan itu sudah membuatnya mengantuk. Tapi melihat siapa pengirim pesan di ponselnya semua rasa kantuk Hyo Rim lenyap begitu saja dan tidak tersisa sama sekali.

From : Jaejoong-ie

Hyo, jam berapa kau pulang?
Bisa bertemu hari ini?
Aku sangat merindukanmu..

Jae Joong pada akhirnya mengirim pesan juga setelah seharian ini Hyo Rim menanti kabar darinya. Semenjak rencana pernikahan mereka di putuskan, Jae Joong benar-benar berkonsentrasi bekerja seolah-olah ia akan meninggalkan toko bukunya untuk selamanya.

Semua hal itu menyebabkan Hyo Rim mengurusi persiapan pernikahannya seorang diri dan semakin sulit untuk bertemu dengan Jae Joong. Tapi Hyo Rim selalu merasa kalau hal itu bukanlah masalah yang harus di ribut-ributkan.

Hyo Rim sudah terlalu banyak menuntut kepada Jae Joong dan dirinya sama sekali tidak akan meminta hal yang lebih lagi. Hyo Rim sudah harus bersyukur karena Jae Joong mengabulkan permintaannya untuk mempercepat pernikahan meskipun hal itu membuatnya repot seorang diri. Tidak, ada Soo Hwa yang siap membantunya meskipun Hyo Rim tidak memberi tahu dengan siapa ia menikah nanti pada Soo Hwa, Hyo Rim patut bersyukur.

Hyo Rim tidak pernah memperkenalkan Jae Joong kepada siapa-siapa kecuali Halmeoni sehingga rencana pernikahan ini juga sama rahasianya seperti keberadaan Jae Joong. Kedua orang tuanya juga belum tahu, hanya Halmeoni satu-satunya orang yang tahu dan Halmeoni sangat tidak setuju.

Halmeoni pada awalnya menyukai Jae Joong, tapi begitu tahu kalau Hyo Rim dan Jae Joong akan melangkah kejenjang yang lebih serius, Halmeoni menolak keberadaan Jae Joong terang-terangan. Terlebih sejak Hyo Rim mengatakan kalau dirinya akan pindah dan tinggal bersama Jae Joong setelah menikah, kebencian Halmeoni kepada Jae Joong semakin menjadi-jadi.

“Hyo Rim, kau di panggil Park Sajang-nim keruangannya!” Soo Hwa berdiri di depan pintu ruang kerja mereka sambil memijat dahinya. Gadis itu mendapat pekerjaan yang sangat luar biasa belakangan ini. Seringkali Soo Hwa mengeluh kalau dirinya hampir muntah menghadapi kertas-kertas dan komputer.

“Ada apa?”

“Pokoknya segeralah kesana. Kau tahu besok dia akan pensiun dan ini adalah hari terakhirnya di kantor.”

Hyo Rim mengangguk lalu memandang kalender yang berada di sebelah komputernya, 12 Agustus. Park Seo Joon pernah mengatakan rencana pensiunnya saat rapat terakhir mereka minggu lalu. Sama sekali tidak di duga bahwa rencana itu berlangsung secepat ini, agak jarang sekali ada orang yang memulai pensiunnya pada lebih pertengahan tahun yaitu bulan Agustus, seperti yang Park Seo Joon lakukan.

Hyo Rim berusaha mengembalikan semangatnya dan berjalan menuju ruangan kerja Park Seo Joon. Begitu sampai, Hyo Rim hanya perlu mengetuk pintu beberapa kali dan ia melihat bayangan Tuan Park yang berjalan mendekati pintu lewat dinding kaca anti pecah yang berwarna keabu-abuan.

Siapapun bisa melihat bayangan dari dalam ruangan tapi tidak bisa melihat semuanya selain warna hitam yang bergerak pada dinding kaca yang menyelubungi ruangan Park Seo Joon.

“Tidak perlu disuruh masuk lagi bukan?” Park Seo Joon benar-benar muncul di balik pintu dan mempersilahkan Hyo Rim masuk.

Laki-laki yang sangat baik. Seandainya Park Seo Joon tidak punya istri, Hyo Rim akan memaksa laki-laki itu untuk menikah dengan Halmeoni-nya. Hyo Rim menahan tawa sambil melangkah menuju sofa yang ada di ruangan itu. Park Seo Joon menutup pintu dan memandangi Hyo Rim sambil bertolak pinggang.

“Jadi menikah bulan depan?” Tanyanya.

Hyo Rim mengangguk. “Tentu saja.”

“Masih merahasiakan siapa calonnya? Bagaimana bila aku tidak bisa datang pada pernikahanmu bulan depan? Aku mau liburan ke Osaka bersama keluargaku!”

“Masih belum bisa, Sajang-nim. Bahkan kedua orang tuaku sama sekali tidak tahu.”

Tuan Park mengangguk lalu melangkah mendekati mejanya. Ia mengambil sebuah amplop dan sebuah kantong kertas lalu memberikan keduanya kepada Hyo Rim.

“Ini adalah kiriman. Dalam satu jam lagi, kau harus sampaikan ini kepada Tuan Choi yang sedang meeting di Shutcastle. Dia CEO yang baru, dan sebagai ucapan terimakasihnya amplop itu silahkan di buka!”

Kedua alis Hyo Rim menyatu. Ia memandangi amplop putih itu sejenak lalu membukanya pelan-pelan. Dirinya hampir saja berteriak melihat apa yang ada di dalam sana. Sebuah pernyataan kenaikan gaji untuk bulan depan.

Park Seo Joon benar-benar mengabulkan permintaannya yang satu ini dalam waktu singkat. Baru dua minggu yang lalu Hyo Rim mengeluh karena kekurangan banyak biaya untuk pernikahannya dan ia berharap Park Seo Joon mau meningkatkan nominal gajinya dari gaji hoobae menjadi sunbae. Dan sekarang Hyo Rim mendapatkannya. Ia kembali menoleh kepada Park Seo Joon dengan pandangan penuh rasa terimakasih.

Park Seo Joon menggeleng-gelengkan kepalanya menandakan kalau dirinya tidak menyukai ekspresi Hyo Rim yang itu. Dia tidak suka jika ada orang yang berterimakasih dengan wajah memelas.

“Sekarang pergilah. Waktumu sudah berkurang sepuluh menit. Tuan Choi akan sampai satu jam lagi dan dia sangat membutuhkan semua file yang berada dalam tas kertas itu. Ppali!”

Hyo Rim dengan cepat berdiri dari duduknya dan mengucapkan terimakasih sebelum akhirnya ia mengambil semua barang-barangnya dan melangkah pegi menuju hotel yang Park Seo Joon sebutkan.

Tuan Choi, dia yang akan menerima barang-barang itu dan Hyo Rim harus segera menemuinya dengan batas waktu yang semakin menipis. Setiap kali melihat Jam Hyo Rim merasa semakin di buru waktu yang semakin sedikit sehingga Hyo Rim terpaksa turun dari taksi yang di tumpanginya karena macet.

Beberapa orang menyenggol tas kertas yang dibawanya sehingga benda itu robek dan menumpahkan segala isinya. Sangat banyak kertas yang berserakan sehingga Hyo Rim harus mengejarnya kesegala arah.

Jumlah orang di jalanan semakin menipis sehingga Hyo Rim semakin khawatir. Ia harus cepat karena Hotel Shutcastle sudah ada di depan. Tapi selembar kertas melayang dan Hyo Rim masih berusaha mengejarnya, sayangnya erangan mobil-mobil yang siap berjalan membuatnya terpaksa menepi dan meninggalkan selembar kertas lagi di tengah jalan raya.

Hyo Rim bergerak secepat mungkin ketengah jalan saat melihat jalanan sepi. Ia berharap setelah meraih kertas itu, Hyo Rim bisa segera menyebrang tanpa harus menunggui lampu lalu lintas lagi. Sekilas ia seperti melihat seseorang berdiri di depannya, saat Hyo Rim mengerjapkan matanya, apa yang dilihatnya sama sekali tidak ada.

Mungkin ia hanya berkhayal dan lebih baik kembali memunguti file-file penting itu. Bunyi hak sepatunya berketuk di jalan aspal dan baru berhenti setelah tangannya berhasil menyentuh kertas yang berterbangan kesana-kemari. Hyo Rim juga harus memeluk barang-barang dari dalam tas kertas yang sobek hanya dengan satu tangan sedangkan tangannya yang lain berusaha keras menggapai kertas yang sedang di kejar-kejarnya dengan susah payah.

“Sial! Tolonglah…” Bisiknya. Hyo Rim mulai khawatir saat melihat jalanan mulai ramai kembali, ia sempat bersyukur karena kertas itu terbang ke pinggir. Tapi tiba-tiba jantung Hyo Rim seakan berhenti saat mendengar bunyi benturan keras yang datang entah dari mana.

Hyo Rim berusaha menoleh, tapi ternyata matanya terpejam. Ia sudah tergeletak di jalanan dengan keadaan yang tidak di ketahuinya. Beberapa bagian tubuhnya mulai terasa nyeri, semuanya seperti mimpi. Banyak orang yang berkerumunan di sekitarnya dan mengatakan kalau dirinya harus di bawa kerumah sakit. Hyo Rim masih tidak bisa membuka matanya. Tolong aku. Aku harus bertemu Tuan Choi!

=Make Me Confused=

Hyo Rim membuka matanya perlahan, ia memandangi warna…entahlah. Hyo Rim sendiri tidak yakin jika yang di lihatnya dalah langit. Ia menegakkan kepalanya dan memandang kesekeliling. Hyo Rim sedang berada di sebuah taman dan ia berbaring di sebuah bangku kayu. Di sebelahnya, Hyo Rim mendapati seorang wanita asing yang belum pernah di kenalnya sebelumnya. Wanita itu tersenyum.

“Kau sudah bangun? Syukurlah. Apa aku harus mengantarmu?”

Hyo Rim menggeleng bingung. “Kau siapa?”

“Maaf aku  lupa memperkenalkan diriku. Namaku Im Ji Hyun. Dan maaf lagi sekarang waktunya aku harus pergi. Bye!” Ji Hyun tersenyum lalu pergi meninggalkan Hyo Rim begitu saja.

Hyo Rim berusaha bangkit dan duduk dengan tenang. Ia berusaha mengingat semuanya, dan beberapa ingatan terbayang. Hyo Rim baru saja mengalami sebuah kecelakaan, ia memandangi tubuhnya dan untungnya tidak terjadi apa-apa padanya. Hyo Rim hanya merasakan nyeri di beberapa bagian tubuhnya dan ia ragukan itu terjadi karena kecelakaan yang di alaminya barusan.

Hyo Rim memandangi sekelilingnya. Ia kehilangan kertas-kertas penting untuk Tuan Choi. Sebisa mungkin Hyo Rim bangkit dan mencari-cari tapi tidak satupun jejak mengenai berkas itu bisa di temui. Jalanan juga sudah mulai sepi dan sepertinya tidak ada seseorangpun yang mengenalnya, ia korban kecelakaan beberapa waktu lalu, secepat itukah mereka melupakannya?

Ia mengangkat lengannya dan memperhatikan jam tangannya lekat-lekat. Sudah jam lima sore dan ini sudah lewat jam pulang Kerja. Tubuhnya yang masih sakit mendorong Hyo Rim untuk memanggil taksi dan segera pulang. terserah dengan apapun yang terjadi nanti yang pasti dirinya sangat ingin istirahat.

Butuh waktu yang panjang untuknya sampai kerumah karena rumah Halmeoni memang terletak di pinggiran kota Paris. Setelah membayar taksi, Hyo Rim langsung memasuki rumah dan menemukan Halmeoni-nya sedang sibuk menyiapkan makan malam. Hyo Rim mendekat dan memeluk wanita tua itu erat-erat.

“Ada apa?” Halmeoni berhenti bergerak dan membelai kepala Hyo Rim dengan lembut.

Hyo Rim mendesah, masih dalam pelukannya. “Sepertinya aku akan di pecat. Perkiraan yang sangat jauh dari kenaikan gajiku!”

Halmeoni membelai punggungnya. “Kalau begitu gunakan waktu mu di kamar. Kau sedang tidak sehat, jadi perlu banyak istirahat.”

“Halmeoni tahu darimana kalau aku sedang tidak sehat hari ini?” Sekarang wanita tua itu mengubah pandangan penuh kasihnya menjadi pandangan yang penuh kebingungan.

“Kenapa masih bertanya? Kau cucuku bukan orang asing,”

“Ya, tentu saja. Kau bisa merasakan apa yang ku rasakan. Kau selalu tahu apapun yang terjadi padaku. Aku sedang dalam keadaan buruk dan sekarang sepertinya harus istirahat. Halmeoni, aku tidur di kamarmu ya?” Halmeoni mengangguk.

“Tapi pada saat jam tidur tiba, kembalilah kekamarmu. Aku akan merasa aneh jika ada dirimu di kamar. Aku sudah terbiasa tidur sendiri karena kau jarang tidur denganku lagi,”

Hyo Rim mendesah kecewa, ia memang sudah lama tidak tidur bersama Halmeoni-nya, sejak merasa sibuk menyiapkan pernikahan, Hyo Rim bahkan nyaris tidak pulang ke rumah beberapa kali. Ya, meskipun begitu ia ingin berbaring di kamar neneknya walaupun sebentar, hanya demi bermanja-manja, hal yang sudah sangat lama tidak di lakukannya.

=Make Me Confused=

Hyo Rim terbangun dengan perasaan aneh. Begitu ia membuka matanya, tiba-tiba saja ia melihat banyak perubahan di kamarnya. Ranjang yang biasa di tidurinya sudah berbeda dengan yang. Sejak kapan Hyo Rim suka dengan kamar bernuansa klasik begini? Satu lagi, hawa yang di rasakannya sudah sangat tidak sama dengan yang biasa di rasakan sebelumnya, Kamarnya terasa lebih hangat padahal Hyo Rim suka berada dalam kamar yang sejuk.

“Mungkin pendingin-nya rusak,” Gumam Hyo Rim pelan. Ia menggeliat dengan penuh semangat dan harus terkejut saat menyadari kulitnya sedang bersentuhan dengan kulit orang lain di dalam selimut. Hyo Rim memandangi laki-laki yang berada di sebelahnya, sedang tertidur pulas sambil memeluknya.

Hyo Rim mengerjapkan matanya meyakinkan kalau semua ini hanya mimpi. Ia menyentuh perutnya, lalu dada dan kembali turun hingga ke paha. Keterkejutannya semakin bertambah karena ia sedang tidak memakai apa-apa dalam pelukan seorang laki-laki yang tidak di kenalnya.

Hyo Rim seharusnya berteriak, tapi ia masih termenung memandangi laki-laki itu, cukup good looking dengan rambutnya yang berwarna hitam pekat dan terlihat sangat dewasa meskipun sedang tidur, tapi Hyo Rim tidak mengenalnya. Laki-laki itu siapa? Bertemu dimana? Teman kantor? Ia tidak punya teman kantor setampan ini.

Club? Hyorim bukan tipe gadis suka bersenang-senang. Hyo Rim mengerjapkan matanya sekali lagi dan ia ingat, ia bahkan pulang sebelum makan malam dan langsung tidur di kamar Halmeoni-nya. Lalu siapa laki-laki ini? Bagaimana mungkin bisa ada di atas ranjangnya dan tanpa busana seperti dirinya.

Hyo Rim memandang berkeliling untuk meyakinkan apakah ini benar-benar kamarnya atau bukan. Meskipun banyak yang berubah, Hyo Rim yakin kalau ruangan ini adalah kamarnya. Kamar yang sudah di tempatinya dua tahun belakangan semenjak ia memutuskan untuk menemani Halmeoni dan tinggal di Seoul.

Rak buku yang berada di dekat pintu juga miliknya, Hyo Rim kenal dengan semua koleksinya, dan buku-buku yang memenuhinya adalah susunannya sendiri. Tentu ada buku-buku pemberian dari sang kekasih, Kim Jae Joong. Tunggu..

Sebuah kecupan manis mendarat di bahunya di sertai belaian hangat di lengannya. Hyo Rim menoleh kepada laki-laki itu, dia baru bangun dan tersenyum semanis mungkin kepadanya. Matanya belum begitu terbuka dengan sempurna karena baru bangun tidur, tapi Hyo Rim yakin kalau Laki-laki itu tidak salah orang, dia menyebut nama Hyo Rim dengan manis. Laki-laki itu tidak salah orang.

“Kau sudah bangun?” Hyo Rim mengangguk sambil terus memandangi laki-laki itu dalam jarak yang sangat dekat. Keheranan sudah menyesaki benaknya dalam dosis yang sangat tinggi

“Bagaimana mungkin aku bisa seperti ini? Semalam aku tidur di kamar Halmeoni!”

“Aku yang membawamu ke kamar kita. Mana mungkin aku membiarkan istriku ke kamar lain. Soal pakaian seharusnya dirimu tidak perlu terkejut. Bukankah kita selalu melakukannya? Hei, kau tahu kalau aku tidak suka pendingin ruangan lalu kita menyingkirkannya. Semenjak kamar ini tidak memiliki pendingin lagi, Kau selalu tidur tanpa pakaian seperti itu. Se.la.lu.”

“Semalam… aku membukanya sendiri?”

“Aku yang membukanya. Tidak salah, kan? Aku suamimu.”

Hyo Rim menggeleng masih dengan ekspresi herannya. Laki-laki itu mengakui Hyo Rim sebagai istrinya? Hyo Rim masih bingung dan termenung. Kemarin ia tengah mempersiapkan pernikahannya dengan Jae Joong, lalu baru mendapatkan kenaikan gaji dan mengalami kecelakaan.

Kemudian terbangun di sebuah taman bersama seorang wanita yang menolongnya dan langsung pulang Karena kelelahan mencari-cari file untuk Tuan Choi yang belum di temukan hingga sekarang. Semalaman ia sudah mempersiapkan batinnya karena harus di marahi oleh Tuan Choi, bosnya yang baru.

Tapi sepertinya kejadian hari ini lebih parah bila di  bandingkan dengan amarah yang akan dia terima dari Tuan Choi di hari pertama bekerja. Dia sudah menikah? Lalu kenapa bukan dengan Jae Joong?

“Aku sudah terlambat. Aku harus segera kekantor.” Laki-laki itu bangkit dan duduk sambil memegangi kepalanya yang pusing, ia menoleh kepada Hyo Rim dan memandangi setengah dari tubuhnya yang terbuka secara tidak sengaja dengan di iringi sebuah senyum penuh kekaguman. “Tapi melihatmu seperti ini sepertinya hari ini aku tidak usah ke kantor!” Laki-laki itu memeluk Hyo Rim lagi dan meremas payudaranya dengan pelan.

Hyo Rim segera menolak dan medorong tubuh pria yang mengaku sebagai suaminya itu menjauh. Kedua lengannya segera menyilang ke depan dada dangan kuat. “Kau ingin melakukan apa?”

Kening laki-laki itu berkerut. “Aku? Kenapa memangnya? Ini normal. Setiap pagi adalah hal romantis bagi pasangan suami istri. Kau kan istriku.”

“Kau siapa? Bagaimana bisa aku menikah denganmu? Aku punya orang yang sangat ku cintai dan kami akan menikah. Kau berbohong dengan pernikahan ini kan? Ini tidak lucu! Atau kau salah orang? Tapi kau menyebut namaku…”

“Kau tidak ingat aku? Aku Si Won!” laki-laki itu mendengus. “Sudahlah kalau kau memang sedang tidak bersemangat, tidak perlu bersikap aneh seperti itu. Aku akan berangkat ke kantor saja.”

Hyo Rim menelan ludahnya. Si Won meninggalkan ranjang dan berjalan menuju kamar mandi tanpa mengenakan apa-apa. Bukan pertama kalinya Hyo Rim melihat tubuh laki-laki, tapi ini pertama kalinya ia melihat pemandangan seperti ini di dalam kamarnya sendiri.

Laki-laki itu ingin melakukan apa? Bercinta denganku? Andwae!  Batin Hyo Rim. Lalu kata tidak keluar bukan hanya sebagai gema di hatinya. Hyo Rim benar-benar berkata tidak dalam intonasi yang sangat lantang. Dia tidak mungkin sudah menikah dengan laki-laki lain selain Jae Joong. Tidak mungkin menikah dengan laki-laki yang tidak di cintainya.

“Andwae!!!”

=Make Me Confused=

Suara pintu di ketok dengan nada tidak sabaran membuat Hyo Rim ingin segera menghambur ke pintu, tapi sebelum itu Laki-laki bernama Si Won yang mengaku sebagai suaminya segera mengambil celana piamanya yang berada di lantai lalu memakainya dan membuka pintu. Halmeoni masuk dan memeluk Hyo Rim yang masih kebingungan. Ia membelai kepala Hyo Rim sambil bertanya ada apa.

“Halmeoni, siapa laki-laki itu?” Desis Hyo Rim dalam pelukan neneknya. Halmeoni memandangi Si Won sekilas lalu memeluk Hyo Rim lebih erat. “Dia Choi Si Won, suamimu, sayang. Kau sendiri yang berkeras untuk menikah dengannya Sebulan yang lalu. Kenapa kau berteriak seperti tadi?”

“Maldo andwae!” Hyo Rim memotong. “Aku akan menikah dengan Jae Joong, bukan dengannya.”

“Hyo Rim, apa yang terjadi? Apakah kau lupa kalau Jae Joong sudah pergi? Kau sendiri yang memutuskan hubunganmu dengan Jae Joong dan memilih menikah dengan Si Won!”

Hyo Rim memandangi Halmeoninya dengan tatapan yang semakin bingung. Kemarin ia dan Jae Joong janjian bertemu di toko buku miliknya, baru kemarin dan Hyo Rim masih mengingatnya dengan baik. Lalu bagaimana bisa dia menikah dengan laki-laki bernama Si Won itu bulan lalu? Kenapa harus meninggalkan Jae Joong dan memilih orang yang tidak di kenalnya?

“Kau terbentur? Amnesia mendadak?” Si Won bertanya sambil mendekat. Ia menyeka sejumput rambut Hyo Rim yang menutupi wajah. Sekilas Hyo Rim melihat kilauan di jari manisnya dan Hyo Rim spontan memandang jarinya juga. Ada cincin yang memiliki kilau sama disana. Cincin pernikahan? Laki-laki itu benar suaminya?

Hyo Rim memegangi kepalanya. “Aku kecelakaan kemarin dan sepertinya aku melupakan banyak hal. Maafkan aku!” desisnya. Hyo Rim tidak berbohong. Ia memang kecelakaan, tapi Hyo Rim masih bisa mengingat semua kejadian sebelum kecelakaan. Ia belum menikah pada saat itu, lalu bagaimana bisa begitu terbangun ia sudah memiliki seorang suami dengan cincin pernikahan melingkar di jari manisnya?

“Tanggal berapa sekarang?”

Si Won masih memandangnya dengan tatapan heran, tapi tidak lama karena ia segera mengambil jam tangannya yang masih berada dalam jangkauannya. “Tiga belas Agustus!”

Tiga belas.. bulan Agustus..

Hyo Rim terus mengulangi kata-kata itu di benaknya. Kemarin adalah hari terakhir Park Sajang-nim di kantor dan kemarin adalah tanggal 12 Agustus, Hyo Rim tidak mungkin salah karena sebelum masuk ke ruangan Park Seo Joon ia sempat melihat ke kalender. Kemarin ia mengalami kecelakaan, pulang ke rumah dan terbangun pagi ini dengan status baru. Dia dan Si Won sudah menikah sebulan lalu?

Halmeoni juga mengatakan hal yang sama. Apa yang terjadi pada dirinya? Kemarin lajang dan sekarang sudah menikah dalam kurun waktu kurang dari duapuluh-empat jam. Atau Hyo Rim sedang melompat ke sisi kehidupannya yang lain? Mustahil!

=Make Me Confused=

Hembusa nafas kembali keluar sekali lagi dan sangat perlahan. Hyo Rim memandangi wajahnya dicermin lalu mengamati perubahannya. Tidak ada satupun dari dirinya yang berubah, semuanya baik-baik saja dan dia terlihat seperti dirinya yang biasa. Tapi Hyo Rim masih belum bisa percaya bahwa wanita muda yang berada di dalam cermin sekarang adalah istri dari seseorang. Laki-laki itu, Si Won adalah suaminya.

Rasa penasaran masih menggeluti pikirannya. Bagaimana mungkin Hyo Rim mengenal Si Won, bagaimana mungkin dalam hitungan jam Hyo Rim meninggalkan Jae Joong begitu saja dan menikah dengan laki-laki yang mengaku sebagai suaminya itu? Apa dia sudah jatuh cinta pada orang lain? Atau dia hamil di luar nikah dan sekarang sedang mengandung anak Si Won? Hyo Rim menyentuh perutnya dan tidak merasakan perubahan apa-apa. Lalu apa alasan pernikahannya? Semuanya masih tidak masuk akal sama sekali, hidupnya benar-benar berubah dalam semalam.

“Siapa di dalam?”

Hyo Rim terbangun dari lamunannya saat pintu kamar mandi di ketuk dengan keras. Ini kantor dan seharusnya Hyo Rim tidak menggunakan toilet kantor terlalu lama seperti sekarang.

“Kau sudah selesai?” Suara itu mendesak lagi.

“Ya, sebentar!” Hyo Rim merapikan dirinya secepat mungkin dan membuka pintu toilet. Seorang wanita yang juga adalah teman sekantornya memandangnya dengan wajah kesal sebelum masuk kekamar mandi dan Hyo Rim hanya mampu menggumam maaf sambil tersenyum dengan ekspresi bersalah.

Setelah wanita itu dan pandangan kesalnya lenyap, Hyo Rim segera melangkah secepat mungkin dan kembali ke ruang kerjanya. Ia memandangi Soo Hwa yang sedang sibuk mengamati sebuah katalog pakaian dalam dengan ekspresi yang sangat cerah.

“Aku ingin membeli yang ini, sepertinya ukuran ku naik, Aku senang karena usahaku untuk memperbesar payudara berhasil!” gumamnya.

Hyo Rim hanya tersenyum dan kembali termenung memandangi komputernya, ia ingin menanyakan tentang pernikahannya kepada Soo Hwa, tapi bagaimana kalau Soo Hwa menganggapnya gila karena melupakan hal terpenting yang terjadi dalam hidupnya? Ia terbangun pagi ini dan tiba-tiba ada seorang laki-laki yang mengaku sebagai suaminya padahal kemarin dirinya masih lajang menuju menikah. Siapa yang percaya dengan itu?

“Girl, kau kenapa?” Hyo Rim mengerjapkan matanya dan menyadari kalau dirinya sedang memandangi layar komputer yang sama sekali tidak menyala. Maka Hyo Rim berusaha menoleh kepada Soo Hwa secepat mungkin dan tersenyum untuk menghilangkan kecurigaan.

“Kau bertengkar dengan suamimu?” Hyo Rim terdiam sejenak, jadi Soo Hwa juga tahu? Jadi dia benar-benar sudah bersuami? Hyo Rim masih belum bisa percaya ini sepenuhnya, Soo Hwa dan Halmeoni yang merupakan orang terdekatnya mengatakan kalau ia sudah menikah. Sepertinya Hyo Rim harus menemui Jae Joong untuk menanyakan apa yang terjadi sebenarnya.

“Tidak, aku cuma merasa perutku agak aneh, tamu bulanan akan datang,” Jawab Hyo Rim. Entah darimana datangnya kata-kata itu.

“Sedih hanya karena itu? Pertanda kau belum hamil? Aku yakin kalian berdua sedang berusaha keras untuk itu. Jangan bersedih, cepat atau lambat kalian juga akan segera punya anak.”

Kedua alis Hyo Rim menyatu. Pernahkah ia mengatakan kalau dirinya sangat ingin memiliki anak kepada Soo Hwa? Dia baru sebulan menikah dan bukan hal aneh kalau dalam kurun waktu sebulan dirinya belum mengandung. Seberharap itukah Hyo Rim memiliki anak dari Si Won?

“Ada masalah lain?” tanya Soo Hwa lagi,

“Nope! Hanya mengingat pertemuanku dengan suamiku,”

“Ingin bercerita? Aku selalu bertanya tapi kau selalu merahasiakannya. Bagaimana bisa kalian bertemu? Kau tidak memberi tahu apa-apa, hanya memberiku beban untuk merahasiakan pernikahanmu di kantor. Kurasa sebaiknya biarkan orang-orang tahu kalau kau sudah menikah. Kau takut di demo hanya karena kau sudah menikah? Yang benar saja!”

“Hyo Rim, kau di panggil Choi Sajang-nim!” sebuah suara menyela. Suara itu berasal dari seorang wanita yang menyembulkan kepalanya di pintu dan segera pergi setelah melihat Hyo Rim mengangguk.

“Apa aku akan di marahi karena semua file yang hilang itu?” Tanya Hyo Rim pelan. Soo Hwa hanya angkat bahu dan kembali kekatalognya sambil bergumam.

“Cepatlah kesana. Jangan terlambat. Jika tidak dia bisa membuat kantor heboh dengan amukannya yang menyeramkan!”

“Huh? Dia sering begitu?” Tanya Hyo Rim keras. Ia segera memperbaiki ekspresi bingungnya saat melihat tatapan heran dari Soo Hwa.

Tidak perlu menunggu jawaban, sepertinya Tuan Choi sering memarahinya di balik ruangan itu sehingga semua orang tahu. Seingatnya, apapun bunyi yang keluar dari ruangan itu bisa terdengar dari luar, apalagi bila Tuan Choi mengamuk.

Hyo Rim menghela nafas lagi, sepertinya dia dan Tuan Choi sama sekali tidak akur karena Hyo Rim sudah menghilangkan beberapa file penting. Tapi Hyo Rim baru menghilangkannya kemarin dan Tuan Choi harusnya baru mulai bekerja hari ini. Sepertinya dugaan Hyo Rim benar kalau ini bukan kehidupannya yang biasa, tapi kehidupan yang lain yang entah bagaimana caranya Hyo Rim bisa memasukinya.

Hyo Rim meninggalkan meja kerjanya dan segera melangkah menuju ruangan orang nomor satu di kantor itu kemudian mengetuk pintu beberapa kali hingga sebuah suara mempersilahkannya masuk.

Itu artinya ia harus membuka pintu itu sendiri? Park Sajang-nim selalu membukakan pintu untuk siapapun yang masuk keruangannya. Sepertinya Tuan Choi adalah orang yang angkuh.

Perlahan Hyo Rim membuka pintu dan masuk sambil menunduk dalam. Ia akan mendapat amukan, itu yang ada di benaknya. Secepat mungkin Hyo Rim kembali berusaha menutup pintu dan berdiri tegang saat melihat seseorang yang duduk di kursi pimpinannya.

Seseorang yang tidur di sampingnya tadi pagi, seseorang yang meremas payudaranya, menyeka rambutnya dan menatapnya dengan penuh kasih. Seseorang yang mengaku sebagai suaminya. Hyo Rim menatap papan nama yang ada di atas meja kerja.

Si Won Choi.

Dia menikah dengan seorang CEO? Apa itu yang membuatnya meminta Soo Hwa untuk merahasiakan pernikahannya di kantor? Dan sepertinya kebiasaan marah-marah Tuan Choi juga di buat-buat untuk menutupi hubungan mereka yang sebenarnya.

Hyo Rim mendekat kemeja kerja dan harus berdiri di hadapan Tuan Choi yang memandanginya dengan tatapan aneh, ia merasa kikuk.

“Ada yang bisa saya kerjakan, Sajang-nim?” Hyo Rim berkata dengan ragu, suara yang sangat pelan itupun harus di keluarkan dengan paksaan ekstra dari mulutnya.

“Duduklah.” Hyo Rim mengangguk lalu duduk di hadapan Si Won. Sesekali matanya bertemu pandang dengan mata laki-laki itu dan membuat Hyo Rim membuang pandangannya kerah lain. Laki-laki itu tidak berhenti memandanginya, iapun harus mendapatkan kegugupan ekstra karena itu.

Si Won menyodorkankan sebuah memo kepada Hyo Rim di atas meja.

Kau tunggu aku di Sweet Fams Cafii’ saja hari ini. Untuk budaya makan siang kita hari ini kau yang pilih tempatnya. Aku tidak bisa banyak bicara tapi sangat banyak yang ingin ku tanyakan kepadamu tentang kejadian tadi pagi. Sekarang keluarlah dan lanjutkan pekerjaanmu!

=Make Me Confused=

Sweet Fams Cafii’ pada musim panas membuat Hyo Rim gelisah. Ia belum lama sampai ke tempat ini dan harus mengeluh karena menunggu Si Won yang belum juga sampai. Sebenarnya Hyo Rim sangat tidak ingin pergi, tapi ia tidak ingin mengecewakan Si Won.

Dari pesannya tadi, sepertinya mereka berdua sering melakukan hal ini, pergi ke tempat yang jauh dari kantor hanya untuk sekedar makan siang. Seandainya Jae Joong yang akan datang, Hyo Rim pasti akan menunggunya dengan senyum. Tapi kali ini kepalanya masih di penuhi dengan kebingungan dan ia memutuskan untuk tetap menjalani semuanya sampai menemukan jawabannya.

“Ayo naik!” Sebuah suara muncul dari dalam mobil yang menghampirinya. Si Won menyuruhnya masuk melalui jendela, laki-laki itu bahkan tidak keluar untuk membukakakan pintu. Apa pria itu sangan takut pernikahannya akan diketahui oleh pegawai kantor?

Tidak ada pilihan lain selain patuh. Hyo Rim tidak mungkin marah hanya karena tidak di bukakan pintu. Ia cukup dewasa untuk tidak melakukan itu meskipun dirinya sebenarnya masih muda tapi ia sudah menikah dengan pria yang lebih dewasa di bandingkan dirinya.

Tiba-tiba terpikir oleh Hyo Rim untuk menanyakan umurnya, tapi Hyo Rim segera membatalkan keinginannya karena diam lebih baik. Ia terus diam dan melakukan itu sampai akhirnya mereka tiba di sebuah hotel mewah di kawasan Cheongdam. Hotel mewah menjadi pilihan Si Won sendiri karena Hyo Rim tidak memilih tempat seperti yang Si Won inginkan. Maka Si Won memilih sendiri tempat yang di inginkannya dan kelihatannya tempat ini sangat sesuai dengan dirinya.

Sejak awal memasuki restoran hotel, Si Won bertindak sebagaimana oang terhormat pada umumnya dan beberapa orang tampak bertindak seolah-olah sudah mengenalnya. Hyo Rim sempat merasa kagum karena ia mungkin menikah dengan salah seorang bangsawan keluarga Chaebol Korea. Tapi mustahil, semua itu hanya khayalan belaka.

Makanan pembuka datang setelah Si Won memesan dua porsi Yaksui-kkimbap tanpa bertanya dulu kepada Hyo Rim yang hanya bisa berdiam diri. Setelah pelayan pergi, Hyo Rim hanya bisa duduk diam sambil memandangi Si Won yang menyantap sup kental dihadapannya dengan baik. Hyo Rim sendiri tidak memakannya, ia membiarkan double-breadcakes yang ada di hadapannya begitu saja karena terlalu lama hidup di Busan jarang mengkonsumsi roti.

Makanan utama datang. Pelayan mengambil alih semua piring kosong di atas meja dan membiarkan sup Hyo Rim disana karena mangkuk itu masih penuh. Mereka hanya menyingkirkan semua mangkuk dan sendok milik Si Won lalu menggantinya dengan seporsi Yaksui-kkimbap tidak begitu besar tapi terlihat sangat penuh karena di hidangkan bersama kimchi.

Hyo Rim mulai menyantap hidangan utama, sesekali ia memandangi Si Won yang menusuk tomat cherry dengan garpu. Laki-laki itu sama sekali tidak menyentuh Yaksui-kkimbap-nya.

“Kau tidak memakan kkimbap-nya?” Tanya Hyo Rim pelan.

Si Won menoleh kepadanya sambil menggeleng di iringi sebuah senyum “Aku tidak suka.”

“Lalu kenapa kau memesan itu tadi?”

“Karena makanan itu baik untuk kesehatanmu. Kau ingin segera hamil, bukan? Perhatikan juga pola makanan sehatmu.”

Hyo Rim mendesah. “Tapi kau bisa memesan makanan lain untukmu!”

“Bagaimana bisa aku melakukan itu? Kau juga tidak begitu suka Yaksui-kkimbap dan harus memakannya. Tidak adil jika aku memesan makanan yang aku suka dan menyantapnya dengan nikmat di depanmu. Sekarang makanlah!”

Jadi itu sebabnya mengapa Si Won memakan sup tadi dengan lahap? Ia sedang mengganjal perutnya karena Si Won sudah berencana untuk tidak memakan Yaksui-kkimbap pesanannya. Hyo Rim menggeleng tak menyangka. Apakah Si Won mencintainya? Mengapa Si Won sepertinya selalu mengesankan itu.

“Kalau begitu kau bisa makan sup dan kkimbap milikku. Aku tidak makan itu! Dan ini!” Hyo Rim memindahkan semua kimchi yang ada di piringnya kepiring Si Won dengan hati hati. “Mulai sekarang aku tidak begitu suka ini. Aku hanya suka Yaksui-kkimbap, jadi milikmu berikan padaku!”

Si Won memandanginya dengan tatapan kaku. “Kau serius? Selama ini kau bahkan tidak perduli jika aku tidak makan seharian!”

Hyo Rim tidak begitu mendengarkan keluhan Si Won barusan dan mengambil sendiri Yaksui-kkimbap yang berada di piring Si Won lalu menyantapnya dengan lahap. Si Won benar kalau dirinya tidak begitu menyukai Yaksui-kkimbap, tapi entah mengapa hari ini Yaksui-kkimbap menjadi sangat nikmat di lidahnya.

“Kau ingin mengatakan apa? Di memo tadi, kau bilang sangat banyak yang ingin di bicarakan denganku.”

Si Won berhenti memandangi Hyo Rim dan kembali menyantap kimchi nya pelan-pelan. Sesekali ia mengeluarkan kata-kata setelah semua makan berhasil di kunyah dan di telannya dengan baik.

“Tadi pagi, apa yang terjadi padamu? Kau melupakan semuanya? Sepertinya begitu. Aku tahu karena hari ini kau terlihat berbeda dari biasanya. Bahkan sangat! Kau bertindak seolah-olah aku adalah orang asing!”

“Mungkin hanya shock. Tapi kurasa, ini juga harus di rahasiakan seperti saat kau memintaku merahasiakan pernikahan kita di kantor.”

“Berarti benar kau tidak mengingat apa-apa!” Seru Si Won yakin. “Kau yang meminta untuk merahasiakannya, bukan aku dan kita seringkali bertengkar di kantor karena itu. Suasana hatiku selalu buruk setiap kali tidak bisa bebas bersama istriku sendiri, setiap kali harus di batasi oleh pandangan curiga orang-orang, Aku juga benci setiap kali melihatmu berinteraksi dengan beberapa laki-laki dari bagian personalia!”

Dia cemburu? Hyo Rim menyunggingkan sebuah senyum tipis, entah mengapa dirinya merasa sangat senang. “Setelah ini apakah aku boleh izin? Aku tidak bisa kembali kekantor,”

“Kau ingin pergi kemana?” Tanya Si Won heran.

“Ada sesuatu yang ingin ku lakukan. Mau membantuku?”

.

.

TBC

Oemji akhirnya publish chapter perdana kkk>< Be carefull to move on the next chapter! ******* rating!:v

8 pemikiran pada “Make Me Confused – Part 1

  1. Ping balik: Make Me Confused – Part 2 | JHR Present!

  2. Ping balik: Make Me Confused – Part 3 | JHR Present!

  3. Ping balik: Make Me Confused – Part 4 | JHR Present!

  4. Ping balik: MAKE ME CONFUSED – PART 2 | THE SEONSAENGNIM

  5. Ping balik: MAKE ME CONFUSED – PART 3 | THE SEONSAENGNIM

  6. Anyeong eonn, reader baru dalam kenal tyand imnida
    Jdi hyorim hilang ingatan? Emm bukankah emanx dari awal hyorim mw menikah dg jaejoong tp knp sekrg jd istrinya siwon,, jd prnasaran eonn
    Ijin baca nex yach

    Disukai oleh 1 orang

  7. Ping balik: MAKE ME CONFUSED – PART 4 | THE SEONSAENGNIM

Tinggalkan komentar